Berita

Juru Bicara Gedung Putih Kayleigh McEnany/Net

Dunia

Kedutaan Besar Turki Jengkel Dengan Referensi Gedung Putih Tentang Genosida Armenia

RABU, 08 JULI 2020 | 16:08 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Kedutaan Besar Turki di Washington menolak referensi juru bicara Gedung Putih tentang genosida Armenia. Kedutaan meyakini pernyataan yang dibuat oleh Sekretaris Pers Gedung Putih Kayleigh McEnany adalah "keseleo lidah yang tidak menguntungkan" dan pernyataan itu tidak dapat diterima.

John Haltiwanger, reporter politik senior untuk Business Insider, mengatakan ia diberitahu oleh pejabat Kedutaan Besar Turki mengenai masalahini.

"Referensi McEnany tentang genosida Armenia pada hari Senin, Kedutaan Besar Turki di Washington memberi tahu saya: "Kami percaya bahwa pernyataan Sekretaris Pers itu adalah kesalahan yang disayangkan ... Bagaimanapun, ungkapan ini tidak dapat diterima," ujar dalam tweet-nya pada Selasa.


“Ada saksi mata dari korban yang selamat dan diplomat AS yang berada di wilayah tersebut. Lusinan negara, lebih dari 49 negara bagian mengakui genosida Armenia,” lanjut Haltiwanger, dikutip dari laman resmi Radio Armenia, Rabu (8/7).

Kedutaan Besar Turki juga beraksi setelah McEnany menggunakan kata 'g-word' selama konferensi pers, saat ia merujuk pada vandalisme Memorial Genosida Armenia di Denver.

John Haltiwanger mengatakan sejak itu ia telah berusaha menghubungi Gedung Putih untuk memberikan komentar, tetapi belum menerima tanggapan.

Peringatan Genosida Armenia di Denver yang dilakukan pada akhir Mei lalu adalah bagian dari vandalis massal di Colorado State Capitol. Gedung Colorado State di Denver dirusak selama protes yang dipicu oleh kematian George Floyd yang menyebar hingga berbagai belahan dunia. Peringatan Genosida Khatchkar Armenia, yang berada di State Capitol juga tidak luput dari protes itu.

Tiap bulan April ingatan bangsa Armenia kembali ke peristiwa lebih dari seabad lalu. Ketika itu, di bawah Kesultanan Usmani, jutaan orang Armenia yang tinggal di Anatolia Timur atau Armenia Barat dipaksa pergi ke gurun Suriah dan dibantai.

Peristiwa pembersihan etnis Armenia disertai genosida itu dimulai pada 24 April 1915. Diperkirakan 600.000 sampai 1.000.000 orang Armenia mati karena dibantai. Sisanya diculik, disiksa, diperkosa, dan dijarah harta bendanya.
 
Sebelumnya, McEnany dalam briefing hariannya di gedung putih merujuk pada genosida Armenia, sebuah peristiwa yang sebelumnya ditolak oleh pemerintah AS, dikutip dari The Washington Post.

Sekutu dekat Presiden Trump, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, mungkin tidak senang dengan hal ini.

Setelah beberapa dekade pemerintah Amerika Serikat menolak mengakui genosida Armenia karena akan mengasingkan Turki, Gedung Putih pada Senin menyerukan istilah itu, meskipun secara tidak sengaja.

Dalam rangka mengecam pengunjuk rasa yang menodai peringatan di seluruh negeri, sekretaris pers Gedung Putih Kayleigh McEnany merujuk pada peringatan untuk genosida dengan nama yang tepat.

"Tampaknya ada kurangnya pemahaman dan pengetahuan sejarah ketika Memorial Genosida Armenia, mengingat korban semua kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk perbudakan, dirusak," kata McEnany.

Sementara Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat mengadopsi resolusi yang mengakui Genosida Armenia tahun lalu, pemerintah AS pada umumnya menyebut pembunuhan itu sebagai "kekejaman massal," berhenti menyebutnya sebagai "genosida" atau g-word.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya