Berita

RUU HIP/Net

Politik

POLEMIK RUU HIP

Demokrasiana Institute: Kengototan PDIP Bukti Ketidakpekaan

RABU, 08 JULI 2020 | 09:52 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Meluasnya penolakan masyarakat terhadap Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sepertinya tidak membuat partai pengusung bergeming.

Demikian disampaikan Koordinator Presidium Demokrasiana Institute, Zaenal Abidin Riam dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (8/7).

PDI Perjuangan selaku partai pengusung justru tetap kukuh pada pendiriannya. Bahkan, PDIP bermanuver dengan mengusulkan RUU HIP dirubah menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) atau RUU Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).

Menurutnya, hal ini menandakan partai berlambang banteng itu tetap menginginkan RUU ini disahkan menjadi UU.

"Bila menginginkan RUU HIP dirubah menjadi RUU PIP atau BPIP, itu artinya tidak memiliki kepekaan mendengarkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat sangat jelas, menuntut RUU HIP dibatalkan," ungkap Zaenal Abidin Riam.

Mengganti nama RUU HIP menjadi PIP atau BPIP tanpa melakukan perubahan isi secara mendasar merupakan tindakan memaksakan kemauan kelompok di atas aspirasi rakyat banyak.

"Kalau substansi isinya tidak berubah itu sama saja berusaha menghindari tuntutan masyarakat, yang terbaik adalah membatalkan RUU ini," ucap Zaenal Abidin Riam.

Memaksakan RUU HIP rawan menimbulkan tafsir tunggal tunggal terhadap Pancasila.

"RUU HIP yang sangat kental dengan pemikiran Soekarno menafikan fakta bahwa Pancasila merupakan kensensus bersama yang merupakan gabungan pikiran para pendiri bangsa, jadi sejak dicetuskannya Pancasila tafsirnya tidak tunggal, justru ia merupakan kumpulan tafsir yang digabung menjadi satu," tuturnya.

Ditambahkan Zaenal Abidin Riam, monopoli tafsir terhadap dasar negara rawan menjadikan Pancasila menjadi alat kekuasaan.

"Pancasila mesti terus menjadi ideologi terbuka, biarkan masyarakat memahami Pancasila dari sudut pandang masing-masing, ini adalah keniscayaan dalam negara demokrasi, kita masih ingat bagaimana orde baru melakukan monopoli tafsir terhadap Pancasila, yang terjadi Pancasila justru menjadi alat kekuasaan untuk membungkam lawan politik," tutupnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya