Berita

Para pekerja migran berjalan kaki pulang ke kampung halaman pada saat India menetapkan lockdown, jarang dari mereka yang kembali ke kota lagi saat ini/Net

Dunia

Bisnis Kembali Dibuka, Para Pengusaha India Kesulitan Mendapatkan Pekerja

RABU, 24 JUNI 2020 | 06:28 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Para pengusaha di Delhi mulai membuka lagi toko-tokonya setelah hampir tiga bulan tidak beroperasi. Namun, sejak dua minggu setelah relaksasi kuncian virus corona, mereka harus berjuang mencari karyawan untuk bekerja di tokonya. Bahkan, ada yang rela mengirimkan tiket agar para pekerjanya yang dulu kembali.

India mengumumkan penutupan secara nasional pada akhir Maret untuk memerangi pandemik. Hal itu membuat para pekerja di kota-kota memilih pulang ke kampung halaman.

Kini, ketika ekonomi kembali dibuka, para pengusaha kesulitan mencari pekerja. Ada banyak alasan mengapa para pekerja enggan kembali ke kota.

“Pekerja benar-benar takut untuk kembali setelah apa yang terjadi pada bulan Maret. Hanya segelintir pekerja yang kembali dan mereka juga khawatir dengan meningkatnya kasus virus corona,” kata seorang pengusaha, dikutip dari The National.

Alam mengatakan dia gagal meyakinkan stafnya untuk kembali meskipun menjamin keamanan finansial dan lingkungan kerja yang aman.

"Karena kekurangan pekerja, produksi terhambat dan saya sudah mengalami kerugian yang banyak sejak Maret," katanya. Ia mengakui, seperti kebanyakan pengusaha, ia juga tidak mampu membayar stafnya selama masa lockdown. Itu juga menjadi alasan para pekerjanya tidak mau kembali padanya.

Jika para pekerja itu ingin kembali pun, kebanyakan mereka berasal dari wilayah yang sangat jauh. Itu juga menjadi masalah karena beberapa wilayah masih dalam pembatasan.

Lockdown telah menambah jumlah angka pengangguran.
Hampir 80 persen dari 400 juta tenaga kerja kerah biru India, sebagian besar adalah pekerja migran yang dipekerjakan di sektor informal negara itu.
Sebagian besar dari mereka mendapatkan gaji kecil tanpa pekerjaan atau jaminan sosial, dengan tabungan yang hanya bisa bertahan 10 hari, menurut beberapa survei independen.

Ketika pengusaha mulai merumahkan tenaga kerja, banyak pekerja berjuang untuk bertahan hidup. Mereka akhirnya memilih pulang kampung dengan berjalan kaki atau mengayuh sepeda di tengah kuncian. Ketika kota-kota dan pabrik-pabrik mulai beroperasi lagi, padahal jumlah kasus terus meningkat, para pekerja memilih untuk tetap tinggal di kampung halaman walau tanpa pekerjaan.

Abdul Majid, seorang pekerja migran dari negara bagian Uttar Pradesh utara, yang bekerja di sebuah pabrik benang di Baroda di negara bagian barat Gujarat, memilih tetap di kampungnya. Ia takut virus corona kembali menyerang.

“Kami tidak tahu bagaimana kami akan bertahan hidup tetapi keluarga saya takut dengan virus corona dan tidak ingin saya kembali bekerja. Mereka takut saya juga akan terinfeksi,” katanya.

Sulitnya menjadi tenaga kerja membuat beberapa pemilik pabrik di negara bagian utara Haryana, Karnal, menawarkan tiket pesawat kepada staf mereka untuk kembali bekerja. Itu mereka lakukan karena tidak adanya staf baru yang terampil.

Tetapi banyak yang telah bersumpah untuk tidak kembali. Yang lainnya enggan kembali bukan karena takut virus corona, tetapi rasa kecewa di mana saat penguncian dan kantor harus tutup, mereka dibiarkan menanggung kesulitan tanpa ada bantuan.

Ada yang diberhentikan tanpa pesangon. Ada yang dirumahkan sementara tetapi tidak memberikan tunjangan dan kepastian.

“Sekarang saat mereka butuh, mereka memanggil berharap kami kembali. Mereka tidak tahu bagaimana kami berjuang di tengah penguncian,” kata salah seorang pekerja yang kecewa.

“Saya terluka oleh perlakuan majikan saya. Saya lebih suka bekerja di desa dan tidak pernah kembali ke pekerjaan itu,” ujarnya.

Menurut statistik pemerintah, setiap tahun lebih dari 9 juta buruh hijrah dari daerah pedesaan India ke pusat-pusat kota yang ramai untuk mencari pekerjaan di area konstruksi atau pabrik. Namun saat ini sulit untuk menemukan mereka.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Viral Video Mesum Warga Binaan, Kadiv Pemasyarakatan Jateng: Itu Video Lama

Jumat, 19 April 2024 | 21:35

UPDATE

Satgas Judi Online Jangan Hanya Fokus Penegakkan Hukum

Minggu, 28 April 2024 | 08:06

Pekerja Asal Jakarta di Luar Negeri Was-was Kebijakan Penonaktifan NIK

Minggu, 28 April 2024 | 08:01

PSI Yakini Ekonomi Indonesia Stabil di Tengah Keriuhan Pilkada

Minggu, 28 April 2024 | 07:41

Ganjil Genap di Jakarta Tak Berlaku saat Hari Buruh

Minggu, 28 April 2024 | 07:21

Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan dan Cerah Cerawan

Minggu, 28 April 2024 | 07:11

UU DKJ Beri Wewenang Bamus Betawi Sertifikasi Kebudayaan

Minggu, 28 April 2024 | 07:05

Latihan Evakuasi Medis Udara

Minggu, 28 April 2024 | 06:56

Akibat Amandemen UUD 1945, Kedaulatan Hanya Milik Parpol

Minggu, 28 April 2024 | 06:26

Pangkoarmada I Kunjungi Prajurit Penjaga Pulau Terluar

Minggu, 28 April 2024 | 05:55

Potret Bangsa Pasca-Amandemen UUD 1945

Minggu, 28 April 2024 | 05:35

Selengkapnya