Berita

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump/Net

Dunia

Karena Kesepakatan Dagang, Trump Terpaksa Tahan Sanksi Untuk China Atas Penindasan Etnis Uighur

SENIN, 22 JUNI 2020 | 08:53 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tampaknya harus menahan diri dalam memprovokasi China, termasuk untuk menjatuhkan sanksi yang berat terkait penahanan etnis Uighur.

Mengapa?

Karena saat ini AS dan China, seperti dikatakan Trump pada Minggu (21/6), tengah melakukan negosiasi perdangan dengan angka yang luar bisa.

"Kami berada di tengah-tengah kesepakatan perdangan besar. Dan saya membuat kesepakatan hebat, pembelian senilai 250 miliar dolar AS," ujar Trump seperti dikutip CNA.

Pernyataan Trump tersebut keluar ketika ia ditanya alasan tidak memberlakukan sanksi keuangan terhadap Partai Komunis, terkait dengan pelanggaran HAM di Xinjiang.

Para pejabat AS sebelumnya mengatakan kepada Reuters bahwa sejak akhir 2018, pihaknya telah mempertimbangkan sanksi kepada para pejabat China, namun harus ditahan karena pertimbangan perdagangan dan diplomatik.

AS dan China saat ini sudah berada di bawah kesepakatan dagang Fase 1 pada awal tahun. Berdasarkan kesepakatan tersebut, China setuju untuk membeli setidaknya 200 miliar dolar AS produk AS selama dua tahun.

Sejak tahun lalu, AS sudah memberlakukan pembatasan impor pada beberapa perusahaan China dan larangan visa kepada beberapa pejabat China yang dianggap bertanggung jawab atas Xinjiang. Namun hingga saat ini AS belum memberlakukan sanksi keuangan yang lebih keras.

Pada pekan lalu, Trump sendiri sudah menandatangani UU terkait pemberian sanksi kepada China atas Xinjiang.

Di sisi lain, mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton, dalam bukunya yang baru akan dirilis, mengungkapkan, Trump sebenarnya mendukung Presiden China, Xi Jinping atas pembangunan kamp-kamp di Xinjiang.

Meski begitu, Trump dengan tegas membantahnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya