Berita

Ilmuwan politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro/Net

Politik

Belajar Dari Pilpres 2019, Siti Zuhro: Revisi UU Pemilu Jangan Memaksa Yang Tidak Masuk Akal

JUMAT, 19 JUNI 2020 | 18:19 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Desain pemilihan umum yang diatur di dalam Undang-Undang Pemilu 7/2017 kini tengah direvisi oleh DPR.

Salah satu muatan yang menjadi perhatian banyak pihak adalah terkait besaran ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential trasehold).

Hal ini menjadi sebuah bahasan diskusi virtual bertajuk "Ambang Batas Pilpres, Kuasa Uang dan Pilihan Rakyat", yang diselenggarakan Voice for Change, Jumat (19/6).


Seorang ilmuwan politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro turut dihadirkan dalam diskusi ini, yang memberi beberapa catatan penting kepada pembuar regulasi.

Dia memberi peringatan kepada regulator agar regulasi pemilu seyogyanya dibentuk dalam kerangka yang masuk akal, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

"Bagaimana landscape design pemilu kita itu adalah pemilu yang rasional, yang proporsional, yang betul-betul ada nuansa bisa dipertanggungjawabkan. Jadi jangan memaksakan sesuatu yang tidak masuk akal," ungkap profesor perempuan yang kerab disapa Mbak Wiwi ini.

Salah satu acuan dari peringatannya tersebut adalah penyelenggaran Pilpres 2019 kemarin, yang digelar serentak bersama pemilihan legislatif DPR dan DPD.

Disamping itu, Siti Zuhro juga melihat adanya persaingan yang tidak sehat karena hanya menghasilkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Memori kita ini mengalami pemilu serentak borongan kemarin, yang melelahkan dan terus terang saja tidak hanya lelah, tapi sampai pada klimaks kita melihat demokrasi di Indonesia dengan pemilu serentak borongan kemarin itu," ungkapnya.

Oleh karena itu, Siti Zuhro berharap revisi UU Pemilu ini bisa menciptakan kerangka demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Karena jangan sampai, dasar pencalonan presiden dan wakil presiden bertentang dengan konstitusi, yaitu menjadikan hasil pemilu 10 tahun sebelumnya sebagi dasar pencalonan.

"Jadi kalaupun sekarang mau direvisi harusnya ada muatan-muatan yang substantif, bukan sekadar melakukan revisi lalu revisinya parsial, revisinya sesuai dengan keinginan kira-kira nanti 2024 itu settingnya seperti apa. Kalau hanya itu menurut saya nggak usah," demikian Siti Zuhro menegaskan.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya