Direktur Jenderal Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh/Net
Kementerian Dalam Negeri menegaskan bahwa pemberian akses perusahaan fintech hanya sebatas untuk verifikasi data kependudukan, bukan memberikan data penduduk.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh, dalam perbincangan di Kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri di Kawasan Pasar Minggu Jakarta, Senin (15/6).
Dijelaskan Zudan, perusahaan fintech atau pinjaman online harus memenuhi persyaratan yang sangat ketat untuk bisa mendapatkan kerjasama dengan Dukcapil Kemendagri. Salah satu kewajiban persyaratan yang harus dipenuhi adalah lembaga pinjaman online wajib mendapatkan izin dan rekomendasi dari OJK.
“Jadi kalau tidak ada izin OJK kami tidak akan memproses perjanjian kerjasama dengan Dukcapil Kemendagri untuk verifikasi pemanfaatan data kependudukan,†kata Zudan.
Terkait dengan isu yang menyatakan Kemendagri memberikan data kependudukan kepada perusahaan fintech, Zudan menegaskan isu itu tidak benar.
Perusahaan tersebut sudah mendapatkan data dari nasabahnya. Lalu kemudian dicocokkan dan diverifikasi dengan data resmi kependudukan yang dimiliki Kemendagri.
“Yang sebenarnya adalah lembaga yang disebut dengan fintech ini bekerjasama dengan Dukcapil Kemendagri dalam rangka verifikasi data kependudukan. Jadi kami membantu berbagai lembaga untuk verifikasi data,†katanya.
Dijelaskan Zudan, Kemendagri sebagai penyelenggara pemerintahan juga ingin membangun industri keuangan yang sehat sehingga bisa mencegah fraud, mencegah kejahatan penipuan dan pemalsuan. Sehingga, industri keuangan bisa tumbuh dengan baik.
“Dengan verifikasi data kependudukan ini insyaAllah tidak akan ada lagi nasabah fiktif maupun peminjam fiktif karena datanya langsung dicek dengan data Dukcapil Kementerian Dalam Negeri,†jelasnya..
Sambungnya, data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri dimanfaatkan untuk semua keperluan antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Ketentuan tersebut sejatinya lahir sebagai bentuk dukungan nyata fasilitas negara, bukan hanya dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja organ negara.
"Namun juga perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan layanan publik bagi seluruh elemen bangsa dan negara,†papar Zudan.
Adapun, pemberian hak akses verifikasi pemanfaatan data kependudukan sesungguhnya berlandaskan pada amanat Pasal 79 dan Pasal 58 UU 24/2013 Tentang Perubahan UU 23/2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Pasal 79 terkait dengan Hak Akses Verifikasi Data dan Pasal 58 terkait dengan ruang lingkupnya.
Khusus bagi industri fintech, kata Zudan, di mana memiliki risiko tinggi pinjaman fiktif, mengingat proses identifikasi konsumen dilakukan secara jarak jauh, pemanfaatan data kependudukan, NIK dan KTP-el ini merupakan suatu kemajuan besar.
Lebih lanjut, Zudan menjelaskan, hak akses verifikasi data yang diberikan kepada perusahaan fintech tersebut tidak memungkinkan untuk dapat melihat secara keseluruhan ataupun satu persatu data penduduk.
“Namun hak akses ini hanya memungkinkan untuk dilakukannya verifikasi kesesuaian atau ketidaksesuaian antara data-data yang diberikan seorang penduduk yang akan menjadi calon nasabah fintech dengan data yang ada pada database kependudukan,â€.
Selain itu, Kemendagri pun selalu melakukan langkah-langkah pengamanan sistem dengan standar terukur, guna memastikan bahwa hak akses verifikasi data selalu berada dalam koridor hukum.
“Terhadap pelanggaran atas penyalahgunaan data kependudukan dikenakan pidana penjara selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 95A UU 24/2013,†demikian Zudan.