Anggota DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus/Ist
Adanya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) dinilai hanya membatasi ruang demokrasi pada pertarungan di pemilihan presiden (Pilpres).
Belum lagi acuan PT menggunakan patokan ambang batas hasil Pemilu sebelumnya sebagaimana tertuang dalam UU Pemilu 7/2017 Pasal 222. Hal ini dinilai anggota DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus tidak masuk akal.
"Seharusnya
presidential threshold dihapuskan. Penerapan sistem
presidential threshold terkesan sebagai upaya membatasi. Di samping itu juga dirasa tidak logis karena acuannya menggunakan patokan threshold hasil Pemilu sebelumnya," ujar Guspardi Gaus dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6).
Politikus senior PAN ini menilai jika aturan ambang batas tidak berubah, maka pada Pilpres 2024 dimungkinkan jumlah pasangan calon yang akan diusung juga sangat sedikit.
Hal tersebut didasari oleh hasil rekapitulasi Pileg 2019, di mana dari sembilan partai yang berhasil melampaui
parliamentary threshold tidak ada satu pun yang mencapai perolehan 20 persen. Sehingga sangat dimungkinkan setiap partai politik membentuk koalisi guna mencapai ambang batas presiden 20 persen.
Kondisi ini tentu bisa berdampak serius pada polarisasi masyarakat yang semakin tajam dirasakan belakangan ini.
"Dihapuskannya aturan
presidential threshold dapat menjadi salah satu jalan keluar guna mencegah polarisasi masyarakat. Jangan sampai pesta demokrasi yang seharusnya disikapi dengan kegembiraan, justru menciptakan permusuhan yang berkepanjangan di antara anak bangsa," tuturnya.
Penetapan
presidential threshold juga tidak sesuai dengan semangat reformasi lantaran tidak membuka ruang demokrasi untuk memberikan kesempatan bagi semua masyarakat Indonesia.
"Justru mencerminkan kemunduran demokrasi di Indonesia. Sebaiknya
presidential threshold dihapuskan saja dan paling tidak partai yang lolos ke Senayan seharusnya diberikan hak mengajukan calon presiden dan wakil presiden," demikian Guspardi Gaus.