Berita

Analis ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra/Net

Politik

Analis PKR: Kedigdayaan Rupiah Tidak Istimewa Dan Hanya Sementara

SENIN, 08 JUNI 2020 | 14:27 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Tidak ada yang istimewa dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini. Kedigdayaan rupiah itu sebatas mengikuti tren yang ada di dunia.

Begitu tegas analis ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra menanggapi nilai tuka rupiah yang mulai menguat meninggalkan angka Rp 14.000 per dolar AS.

“Karena faktanya selama 1 bulan terakhir terjadi pelemahan mata uang dolar Amerika Serikat (USD) terhadap mata -mata uang kunci dunia, seperti euro (EUR), poundsterling (GBP), dolar Australia (AUD), dan dolar Singapura (SGD),” ungkapnya kepada redaksi, Senin (8/6).

Pelemahan dolar AS itu merupakan buntut dari memanasnya situasi politik dalam negeri Amerika Serikat yang dipicu masalah rasial dalam 1 bulan terakhir. Dolar lesu menghadapi mata uang negara lain termasuk negara tetangga seperti Singapura, ringgit Malaysia (MYR), bath Thailand (THB), dan bahkan peso Filipina (PHP).  

“Selain itu, yang menyebabkan rupiah perkasa belakangan adalah karena 'doping' pinjaman dalam mata uang dolar AS, yang dilakukan selama 2 bulan terakhir yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan BUMN-BUMN,” sambung Gede.

Realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) hingga Mei 2020 oleh Kemenkeu adalah sebesar Rp 420,8 triliun. Ini termasuk global bond yang diterbitkan Kemenkeu pada April 2020 sebesar 4,3 miliar dolar AS.

Pada Mei 2020, empat BUMN dikabarkan sudah dan sedang mempersiapkan penerbitan global bond dengan nilainya mencapai 5,6 miliar dolar AS. Jadi total Global Bond yang diterbitkan oleh Kemenkeu dan BUMN mencapai 10,9 miliar dolar AS atau setara Rp 162 triliun (kurs April 2020 Rp 14.900/dolar AS).

“Penerbitan SBN dengan bunga tinggi ini (1,5 hingga 2 persen di atas Filipina dan Vietnam, sangat tidak wajar!) akan menjadi bom waktu di masa depan, karena beban bunga akan semakin besar sehingga membebani APBN di masa-masa mendatang,” tutur Gede.

Selain itu, yang juga signifikan adalah support dari Bank Indonesia yang dilakukan untuk menahan nilai tukar rupiah. Seperti diketahui, Bank Sentral telah membeli SBN yang dilepas asing di pasar sekunder sebesar Rp 166,2 triliun pada April 2020. Ini adalah bagian dari total stimulus BI sebesar Rp 503 triliun untuk menjaga kestabilan sistem keuangan di tengah resesi akibat Pandemi Corona.

“Tapi di balik semua itu, indikator eksternal ekonomi yang lebih fundamental dalam menyangga mata uang, yaitu neraca perdagangan, transaksi berjalan, dan neraca pembayaran, tetap mengalami defisit,” tukas Gede.

Pada bulan April 2020 BPS mencatat ekspor Indonesia sebesar 12,19 miliar dolar AS. Nilai ini anjlok 13,3 persen bila dibandingkan bulan Maret 2020, dan anjlok 7 persen bila dibandingkan dengan April 2019.

Sementara impor pada bulan April adalah sebesar 12,54 miliar dolar AS. Nilai ini turun 6,1 persen bila dibandingkan bulan lalu. Secara total pada bulan April 2020 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar 350 juta dolar AS.  

Adapun indikator eksternal seperti transaksi berjalan pada kuartal I-2020 (Jan-Maret) tercatat masih defisit 3,9 miliar dolar AS. Sementara neraca pembayaran (balance of payment/BOP) pada periode yang sama juga mengalami defisit 8,5 miliar dolar AS. Sangat buruk bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 ketika BOP meraih surplus 2,4 miliar dolar AS.

“Kesimpulannya  penguatan Rupiah saat ini hanya akan sementara. Karena penguatannya yang mengikuti tren pelemahan dolar AS dan ditunjang doping dari Kemenkeu, BUMN, dan BI hanyalah artifisial belaka,” tegasnya.

“Saat pasar menyadari fundamental ekonomi Indonesia yang lemah, yang kondisinya akan tetap begini hingga akhir 2020, maka situasi akan berbalik,” demikian Gede.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya