Berita

Cover Buku Membumikan Pengawasan Pemilu yang ditulis Komisioner Bawaslu, M. Afifudin/Repro

Resensi

Gerakan Partisipatif Membumikan Pengawasan Pemilu

SABTU, 16 MEI 2020 | 01:06 WIB

SALAH satu tujuan penyelenggaraan pemilu yang diamanahkan oleh UU Pemilu 7/2017 adalah mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas. Siapa yang bertanggung jawab dan berwenang mewujudkan hal itu? Tentu secara formal adalah lembaga negara, penyelenggara pemilu yang diamanahkan oleh UU, satu diantaranya adalah Bawaslu.

Penyelenggaraan Pemilu tidak akan berjalan efektif dan efisien, tanpa kerjasama dan keikutsertaan masyarakat, baik secara kelembagaan maupun secara individu. Peran serta dan partisipasi masyarakat ini menjadi bagian penting secara non formal. Mengapa? Banyak hal, satu diantaranya bisa karena keterbatasan personel penyelenggara formal dengan wilayah kerja yang cakupannya cukup luas.

Pemilu 2019 telah berlalu, banyak catatan evaluasi yang ditulis, dari yang bersifat celoteh, catatan kritis dan konstruktif hingga yang destruktif. Hal semacam itu lumrah. Di alam demokrasi memang hak dan kebebasan berpendapat setiap orang menjadi bagian penting untuk di hormati, pun juga mesti dipahami semua itu terbatasi oleh hak orang lain.

Buku Membumikan Pengawasan Pemilu (Mozaik Pendangan dan Catatan Kritis dari Dalam) yang ditulis Sahabat M. Afifudin menjadi satu diantara catatan penting dari pelaksanaan Pemilu 2019. Buku yang diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia pada Mei 2020 dan tebal 240 halaman ini mendeskrispikan perkembangan Pemilu di negeri ini.

Kata kunci yang paling penting dari buku ini adalah partisipasi rakyat dalam Pemilu, pemilu partisipatif. Selama ini kita dapati rilis dari KPU sebagai penyelenggara teknis Pemilu bahwa, partisipasi Pemilu selalu diidentikkan dengan seberapa banyak pemilih yang terdaftar memberikan hak pilihnya di TPS.

Sahabat Afif dengan lugas memaparkan bahwa partisipasi dalam Pemilu sejatinya tidak hanya itu. “Bagi Bawaslu, pengawasan partisipatif sangat penting untuk menciptakan pemilu yang lebih berkualitas, tetapi Bawaslu tidak bisa bekerja sendirian melakukan pengawasan pemilu. Pengawasan partisipatif menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam proses Pemilu.

Penguatan pengawasan partisipatif merupakan suatu keharusan, sesuai dengan jargon Bawaslu: Bersama Rakyat, Awasi Pemilu!”

Ide pengawasan partisipatif muncul karena adanya kesadaran perlunya membuka ruang bagi pertisipasi rakyat dalam setiap proses politik.  Landasan berpikirnya adalah, suatu peristiwa politik yang diwarnai partisipasi publik tinggi dan terjadi di berbagai tahapan, maka proses politik tersebut mendekati demokrasi yang ideal.

Lebih jauh, Sahabat Afif juga menegaskan bahwa "Gerakan Pengawasan Partisipatif" mengembalikan spirit Pemilu kepada rakyat. Semangat terciptanya Pemilu yang jujur, dan adil hendaknya tidak hanya menjadi semangat penyelenggara Pemilu, melainkan juga menjadi semangat rakyat. Sebab, rotasi kepemimpinan republik ini bukan hanya urusan negara (seperti masa Orba) melainkan juga kepentingan rakyat.

Melalui pengawasan partisipatif, rakyat juga bisa berpartisipasi dalam menegakkan keadilan Pemilu. Salah satu caranya dengan melakukan pengawasan dan melapor ke Bawaslu jika mendapati kecurangan yang dilakukan oleh para peserta pemilu.

Misalnya ketidaknetralan ASN, anggota TNI/Polri bahkan oleh penyelenggara Pemilu (KPU).  Laporan ini kemudian akan ditindaklanjuti oleh Bawaslu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tentunya, ini seiring sejalan dengan amanah UU Pemilu, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas. Bawaslu memiliki kewenangan pengawasan dan penindakan. Meski demikian, tidak semuanya bisa ditindak.

Bila ada oknum kepolisian tidak netral dalam proses pilkada maupun Pemilu, maka yang menindak tentu bagian profesi dan pengamanan (Propam) Polri atas hasil pengawasan Bawaslu. Kemudian jika yang tidak netral TNI yang menindak polisi militer (PM) TNI.

Dalam kasus tidak netralnya ASN, Bawaslu harus melaporkannya ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk dilakukan penindakan. Praktik politik uang yang merupakan tindakan melanggar ketentuan pidana, Bawaslu melibatkan kepolisian dan kejaksaan dalam wadah Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu).

Posisi Bawaslu, sebagai pihak pengawas, penyidikan oleh kepolisian, dan penuntutan oleh kejaksaan. Kalau ranahnya sudah pidana pemilu, maka tiga instansi langsung terlibat. Meski begitu, bukan berarti Bawaslu tidak memiliki kewenangan penindakan. Pelanggaran administrasi dan sengketa proses Pilkada dan Pemilu semuanya diselesaikan oleh Bawaslu dengan hasil berupa putusan.

Keadilan pemilu memang menjadi isu tersendiri dari proses perjalanan dan perkembangan pemilu di negeri ini. Isu keadilan Pemilu harus menjadi tujuan yang penting untuk direalisasikan. Bagaimana caranya? Penegakan keadilan Pemilu juga membutuhkan partisipasi aktif rakyat, melalui pengawasan partisipatif itu.

Fakta yang terjadi biasanya adalah saat ada temuan pelanggaran yang di proses Bawaslu, kemudian ada sanksi yang diberikan menjadi tidak adil bagi sebagian peserta pemilu atau stakeholders terkait. Alasannya terjadi pelanggaran yang sama di lain tempat, tetapi Bawaslu tidak dapat memproses karena tidak ada temuan, dan masyarakat yang mengetahui tidak mau melaporkannya.

Sahabat Afif dalam satu bagian bukunya menulis, Menjadikan Bawaslu sebagai Badan Publik Terbuka sebagai langkah strategis. Memang partisipasi tidak akan serta merta terkonsolidasi tanpa membuka diri. Bawaslu harus menjadi bagian dari kepemilikan publik. Dengan mendorong program “Bawaslu Mendengar”, upaya merekatkan ikatan emosional dan rasional kepada para stakeholders, terbukti mujarab.

Banyak masukan yang kemudian menjadi dasar untuk berbenah, merapihkan internal organisasi, menyamakan persepsi seluruh tim kerja terkait dengan visi kedepan.

Dalam buku ini diulas bagaimana menata identitas, mengubah logo, menguubah slogan dan menetapkan sapaan “Sahabat Bawaslu” menjadi sebuah cerita menarik bagi setiap pembelajar calon pemimpin. Bagaimana melakukan pembaharuan dalam satu lembaga untuk menjadi lebih baik.

Terlepas dari itu semua, sebagai seorang yang lama bergulat di isu kepemiluan, sepertinya Sahabat Afif berhasil menjadi transformer di Bawaslu. Konsentrasi membangun jaringan dan kader dilakukan melalui pendidikan pemilih saat menggeluti organisasi sipil bidang kepemiluan, yakni JPPR. Pengalaman itulah kemudian terus dilakukan pada saat menjadi penyelenggara, dengan menginisiasi program Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP).

Kemampuan adaptasi dalam mendorong ide dan gagasan Sahabat Afif juga menarik. Banyak hal terhambat karena Pandemik virus corona baru (Covid-19), SKPP yang awalnya dilakukan secara on-site, kemudian dirancang secara daring (online), sebuah gebrakan yang luarbiasa.  Ada transformasi yang luar biasa yang tentu menjadi bagian dari keberhasilan kolektif kolegial.

Tentu sebagai orang yang pernah menjadi bagian dari JPPR (relawan pemantau Pilkada Jakarta 2007), penulis mendapati banyak catatan penting. Masyarakat sipil dan pegiat Pemilu berharap lembaga penyelenggara Pemilu dapat menyelenggarakan proses politik yang adil dan berintegritas. Pemilu sekaligus dapat membangun partisipasi publik yang luas.

Buku ini berhasil mendeskripsikan bagaimana Bawaslu berupaya meraih harapan-harapan tersebut.

Setidaknya, proses transformasi Bawaslu saat ini telah berhasil mengkonsolidir 20.082 pendaftar untuk berpartisipasi dalam program SKPP. Dari jumlah total itu, ada 15.364 peserta yang login dan aktif dalam proses pembelajaran.

Sedangkan 4.718 orang yang tidak login dan dianggap mengundurkan diri, sekitar 20 persen hilang dan terseleksi secara natural. Memang tidak mudah membangun gerakan kaderisasi yang khusus di isu kepemiluan, terlebih untuk kaum milenial.

Buku ini tidak hanya menarik bagi para pegiat pemilu, tetapi penting bagi para civitas akademika, tidak hanya bicara pengalaman yang empirik, tetapi Sahabat Afif juga mampu menyisipkan dan mengelaborasi berbagi teori tentang demokrasi dan kepemiluan sehingga sangat dimungkinkan kebermanfaatannya bagi dunia akademik.

Tiga kata untuk buku ini, Teoritik, Empirik dan Aplikatif. Selamat membaca.

Munandar Nugraha

Penulis adalah Pegiat Pemilu

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

PDIP: Terima Kasih Warga Jakarta dan Pak Anies Baswedan

Jumat, 29 November 2024 | 10:39

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

UPDATE

Gegara Israel, World Central Kitchen Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:08

Indonesia Harus Tiru Australia Larang Anak Akses Medsos

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:58

Gaungkan Semangat Perjuangan, KNRP Gelar Walk for Palestine

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:36

MK Kukuhkan Hak Pelaut Migran dalam UU PPMI

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:18

Jet Tempur Rusia Dikerahkan Gempur Pemberontak Suriah

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:12

Strategi Gerindra Berbuah Manis di Pilkada 2024

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:53

Kubu RK-Suswono Terlalu Remehkan Lawan

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:40

Pasukan Pemberontak Makin Maju, Tentara Suriah Pilih Mundur dari Aleppo

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:30

Dirugikan KPUD, Tim Rido Instruksikan Kader dan Relawan Lapor Bawaslu

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:06

Presiden Prabowo Diminta Bersihkan Oknum Jaksa Nakal

Minggu, 01 Desember 2024 | 07:42

Selengkapnya