Berita

Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan kader PDIP Saeful Bahri/Net

Hukum

Bukan Hanya Ditipu, Kader PDIP Saeful Bahri Juga Merasa Jadi Korban Pemerasan KPU

KAMIS, 14 MEI 2020 | 15:58 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kader PDIP, Saeful Bahri yang merupakan terdakwa perkara dugaan suap terkait pergantian anggota DPR RI terpilih 2019-2024 bukan hanya merasa ditipu, melainkan diperas oleh Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU.

Hal itu diungkapkan Saeful dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa Saeful di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/5).

Pledoi dengan judul "Demokrasi Versus Politik Hukum KPU" Ini dibacakan oleh Saeful di hadapan Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Awalnya, Saeful menyampaikan pendahuluan yang membahas soal sistem Pemilu di Indonesia dan dilanjutkan dengan kronologi kasus yang membuatnya terjerat dalam perkara ini.

Saeful menjelaskan duduk perkara kasus ini yang berawal dari proses Pemilihan Calon Legislatif (Caleg) di Dapil Sumsel 1 yang memenangkan Nazaruddin Kiemas dari PDIP.

Setelah menjabarkan duduk perkara persoalan sengketa suara yang dimiliki oleh Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia sebelum Pemilu 2019 kemarin hingga terjadinya permohonan uji materi yang dilakukan oleh DPP PDIP ke Mahkamah Agung (MA), Saeful melanjutkan dengan membeberkan kronologi yang membuatnya dibawa ke meja hijau.

Saeful menyebut terjadi tindakan suap akibat situasi yang tidak berdaya hingga membuatnya melakukan langkah-langkah konkret. Situasi tak berdaya itu adalah desakan dari Harun Masiku dan sikap KPU yang mempersulit permohonan DPP PDIP untuk melimpahkan perolehan suara Nazaruddin Kiemas kepada Harun Masiku.

Dalam langkah konkret ini, dia melibatkan Agustiani Tio Fridelina yang juga merupakan kader PDIP untuk melakukan lobi-lobi dengan Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU.

"Akhirnya terpaksa saya memberikan tawaran kepada Pak Wahyu melalui Ibu Tio sebesar Rp 750 juta dengan perhitungan masing-masing komisioner Rp 100 juta dan sisanya Rp 50 juta untuk Ibu Tio. Angka yang menurut saya masih berada dalam tingkatan yang wajar sebagai hadiah ucapan terima kasih," ucap Saeful Bahri, Kamis (14/5).

Saeful Bahri mengaku khilaf lantaran tidak berdaya mengjadapi situasi pelik. Namun demikian, sambungnya, andai tidak ada permintaan dana operasional secara tidak langsung dari pihak KPU, tentu dirinya tidak akan pernah memberikan dana operasional apapun kepada pihak KPU.

“Ini terbukti ketika saya mencoba menawarkan Rp 750 juta, pihak KPU langsung mematok harga sebesar Rp 1 miliar," sambung Saeful.

Sehingga, Saeful berkesimpulan bahwa sebenarnya pihak KPU yang berinisiatif terlebih dahulu meminta dana operasional dengan adanya patokan harga Rp 1 miliar.

"Jika KPU memang benar tidak meminta dana operasional, tawaran kami sudah pasti ditolak, atau diterima begitu saja. Tapi ini malah langsung dipatok Rp 1 miliar. Patokan harga itulah yang membuktikan bahwa KPU memang sudah ada niatan terlebih dahulu, namun tidak disampaikan secara langsung, melainkan melalui bahasa tubuh yang kemudian diterjemahkan secara eksplisit oleh Ibu Tio kepada saya," terang Saeful.

Saeful pun selanjutnya menyampaikan pengertian suap atau uang pelicin atau gratifikasi yang dia pelajari dan pahami.

Menurutnya, suatu perkara dapat dikatakan suap atau uang pelicin atau gratifikasi apabila uang itu diberikan karena inisiatif yang berkepentingan itu sendiri dengan tujuan agar kepentingannya bisa dilaksanakan atau dipercepat oleh pejabat yang memiliki kewenangan.

Sementara pemerasan, kata Saeful, terjadi apabila pejabat yang memiliki kewenangan yang meminta imbalan terlebih dahulu kepada pihak yang berkepentingan, jika ingin kepentingannya dipenuhi sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 23e UU Tipikor.

"Berdasarkan pandangan tersebut di atas, jika dikaitkan dengan perkara ini berdasarkan bukti, saksi dan fakta-fakta persidangan telah kita ketahui bersama bahwa munculnya dana operasional Rp 1 miliar tersebut atas dasar permintaan pihak KPU atau setidak-tidaknya diwakili Bapak Wahyu agar putusan MA dilaksanakan. Jadi pihak KPU-lah yang meminta, bukan kami yang memberi," beber Saeful.

Dengan demikian, Saeful menyebut bahwa tindakan yang dilakukan oleh Wahyu Setiawan merupakan tindakan pemerasan terhadap dirinya.

"Atas dasar fakta-fakta tersebut apakah tidak sepatutnya perkara ini lebih tepat dinyatakan sebagai delik pemerasan oleh pihak KPU kepada saya? Karena sejak awal DPP PDIP selalu konsisten menempuh langkah-langkah hukum dalam rangka memperjuangkan pelaksanaan putusan MA,” ujarnya.

“Jika saat ini terjadi penyimpangan yang berujung pada perkara ini, hal itu dikarenakan adanya permintaan uang terlebih dahulu dari pihak KPU kepada saya," demikian Saeful Bahri.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya