Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Politik

BPJS Kembali Naik, Jokowi Ajarkan Masyarakat Bahwa Hukum Tak Harus Dihormati

RABU, 13 MEI 2020 | 15:50 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Keputusan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah sikap yang tidak menghormati putusan hukum pengadilan.

"Putusan Mahkamah Agung (membatalkan kenaikan BPJS) adalah sesuatu yang harus dihormati, itu tidak diperlihatkan oleh presiden (dengan tetap menaikkan iuran)," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/5).

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang dimaksud Ray Rangkuti adalah putusan atas perkara 7 P/HUM/2020 yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres 72/2019, tentang kenaikan BPJS Kesehatan.

Terdapat dua poin pokok di dalam putusan MA ini. Di mana poin pertama menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres 75/2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya. Antara lain UUD 1945, UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 36/2009 tentang Kesehatan.

Sementara di poin keduanya disebutkan, MA menyatakan pasal di atas tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres RI 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Tidak Mempunyai Hukum Mengikat," demikian putusan tersebut.

Dari bunyi poin pokok putusan MA itu, Ray Rangkuti menilai Perpres 64/2020 yang baru-baru ini dikeluarkan Jokowi tidak jauh berbeda substansinya dengan Perpres 75/2019.

"Artinya presiden memberi pelajaran ke masyarakat kita bahwa putusan pengadilan tidak harus dihormati banget. Cari saja celahnya, nanti dimainkan lagi. Itu enggak bagus," tuturnya.

"Sebagai presiden harusnya dia memberikan pelajaran ke masyarakat, bahwa semua orang harus taat dan patuh kepada putusan pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Agung meskipun putusan itu tidak menguntungkan dia," tutupnya.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Resmi Tersangka KPK

Selasa, 16 April 2024 | 07:08

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Halal Bihalal Partai Golkar

Selasa, 16 April 2024 | 01:21

UPDATE

Mudahkan Milenial dan Gen Z Miliki Hunian di Bali, BTN Tawarkan Skema Khusus

Sabtu, 27 April 2024 | 01:36

Sikap Ksatria Prabowo Perlu Ditiru Para Elite Politik

Sabtu, 27 April 2024 | 01:11

Gus Fawait Resmi Didukung Gerindra Maju Bacabup Jember

Sabtu, 27 April 2024 | 00:59

Rekonsiliasi Prabowo-Megawati Bisa Dinginkan Suhu Politik

Sabtu, 27 April 2024 | 00:31

Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Baru Korupsi PT Timah, 3 Orang Langsung Ditahan

Jumat, 26 April 2024 | 23:55

Menlu RI Luncurkan Buku "Menghadirkan Negara Hingga Ujung Dunia" di HWPA Award 2023

Jumat, 26 April 2024 | 23:37

Indonesia Tim Pertama yang Jebol Gawang Korsel, Pimpinan Komisi X: Prestasi yang Patut Diapresiasi

Jumat, 26 April 2024 | 23:33

Konfrontasi Barat Semakin Masif, Rusia Ajak Sekutu Asia Sering-sering Latihan Militer

Jumat, 26 April 2024 | 23:21

Menlu RI: Jumlah Kasus WNI di Luar Negeri Melonjak 50 Persen Jadi 53.598

Jumat, 26 April 2024 | 23:06

Ubedilah: 26 Tahun Reformasi, Demokrasi Memburuk

Jumat, 26 April 2024 | 23:01

Selengkapnya