Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Karang Taruna Majalengka Ejen Jaalussalam/Istimewa
Rencana Kabupaten Majalengka untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tingkat provinsi yang diusulkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, tak sejalan dengan keinginan warganya. Warga setempat justru menolak wilayahnya terapkan PSBB.
Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Karang Taruna Majalengka, Ejen Jaalussalam, menilai kebijakan itu belum waktunya dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.
“Kami sebagai warga Majalengka menolak kebijakan PSBB yang diusulkan Pak Gubernur dalam rapat bersama pak kepala daerah. Kendati ini baru sekadar wacana dan masih menunggu restu Menteri Kesehatan RI,†ujar Ejen kepada Kantor Berita RMOLJabar, Kamis (30/4).
Menurut dia, ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi jika suatu daerah diberlakukan PSBB. Untuk lebih teknisnya, kata dia, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020.
“Jumlah kasus atau angka kematian akibat penyakit Covid-19 meningkat dan menyebar secara signifikan ke beberapa wilayah. Itu salah satu syaratnya. Sedangkan di Majalengka berdasarkan data Fikom Covid-19 masih minim. Datanya, baru 1 orang pasien positif meninggal dunia dan 3 orang dalam perawatan,†paparnya.
Sambung Ejen, apalagi riwayat terpaparnya pasien positif di Majalengka itu karena faktor
imported case.
“Kalau dilihat kasus yang terjadi di Majalengka diperoleh di luar Majalengka atau populernya
imported case,†tuturnya
Dia menambahkan, ada beberapa kebijakan jika PSBB diberlakukan akan semakin mempersulit kehidupan perekonomian masyarakat di tengah pandemik Covid-19.
“Dari aturan yang saya baca itu, ketika PSBB diberlakukan banyak yang diberhentikan. Sekolah diliburkan, tempat kerja off, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di fasilitas umum. Untuk pembatasan fasilitas umum pengecualiannya hanya pelayanan kebutuhan pangan, kesehatan, keuangan,†tambahnya.
Atas realitas itu, ia berharap Menteri Kesehatan RI menangguhkan kebijakan PSBB di Majalengka, dengan berkaca pada aturan yang telah dibuatnya.
“Terus, dari laporan kakak saya di Cimahi, penerapan PSBB belum efektif dalam menekan angka kasus positif corona. Penyebabnya, karena tidak adanya sanksi tegas selama masa PSBB berlangsung,†tegasnya.
Penolakan serupa diungkapkan seorang epidemiologi asal Majalengka yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit, Ucu Supriatna.
Menurut Ucu, sebaiknya ada evaluasi yang mendalam terhadap kebijakan PSBB yang sekarang dilaksanakan di daerah lain dan diterapkan di wilayah lain, termasuk Majalengka.
“Sebaiknya setiap daerah terlebih dahulu melakukan upaya-upaya yang masif untuk pemberantasan penyakitnya (virusnya), dengan melaksanakan semua protokol kesehatan yang ada. Toh saat ini sudah ada pedoman penanganan cepat medis dan kesehatan masyarakat yang diterbitkan gugus tugas Covid-19,†tandasnya.