Berita

Mudik/Net

Politik

Masyarakat Bukan Mudik Atau Pulang Kampung, Tapi Sedang Mengungsi

JUMAT, 24 APRIL 2020 | 08:22 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Pemerintah telah melarang masyarakat di wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mudik ke kampung halamannya.

Larangan ini menjadi sorotan setelah Presiden Joko Widodo membedakan antara mudik dan pulang kampung. Perbedaan itu, kata Jokowi dalam acara Mata Najwa, terletak waktu aktivitas dilakukan.

Presiden Jokowi menyebut bahwa masyarakat yang sudah pulang ke kampung halamannya saat ini atau jauh dari hari sebelum lebaran bukan disebut mudik, melainkan pulang kampung.


"Jokowi membuat perbedaan makna baru dari mudik dan pulang kampung. Jadi yang pulang kampung sekarang boleh berduyun-duyun menuju kampung tidak apa-apa menurut Jokowi. Jokowi lupa ada aturan larangan tersebut," ujar Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun menanggapi pernyataan Jokowi tiu kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (24/4).

Namun demikian, Ubedilah melihat adanya kekeliruan pemaknaan dari Presiden Jokowi yang hanya melihat pergerakan warga Jabodetabek secara fisik dari kota ke kampung.

Padahal mereka bergerak ke kampung halaman untuk mengungsi. Ini mengingat mereka tidak lagi bisa bertahan hidup di Jabodetabek lantaran sudah tidak bisa lagi bekerja.

"Itu sesungguhnya memiliki makna mengungsi. Sebab di antara karakteristik pengungsi adalah tidak memiliki cukup keuangan dan makanan untuk bisa bertahan hidup," jelas Ubedilah.

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menggarisbawahi bahwa ciri warga pengungsian adalah tingkat ketergantungan yang tinggi pada yang lain. Hal ini tentu harus segera diantisipasi oleh pemerintah.

"Sementara pekerjaan di kampung tidak ada. Praktis mereka hanya akan bergantung pada bantuan. Kebergantungan tinggi pada bantuan adalah ciri warga pengungsi," kat Ubedilah.

Dengan demikian, fenomena masyarakat yang kembali ke kampung halaman, kata Ubedilah, sebagai fenomena pengungsian besar-besaran.

"Situasi ini juga terjadi dihampir seluruh dunia. Problemnya di Indonesia nampak lebih parah karena kemungkinan daya tahannya hanya maksimal dua atau tiga bulan saja," pungkasnya.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya