Berita

Ubedilah Badrun/Net

Politik

Sindir Jokowi, Ubedilah Badrun: Masyarakat Bukan Pulang Kampung, Tapi Mengungsi

JUMAT, 24 APRIL 2020 | 08:14 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Presiden Joko Widodo telah melarang masyarakat di wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mudik.

Presiden Jokowi juga menyebut bahwa masyarakat yang berangkat menuju kampung halamannya saat ini atau jauh dari hari Lebaran bukan disebut mudik, melainkan pulang kampung.

"Jokowi membuat perbedaan makna baru dari mudik dan pulang kampung. Jadi yang pulang kampung sekarang boleh berduyun-duyun menuju kampung tidak apa-apa menurut Jokowi. Jokowi lupa ada aturan larangan tersebut," ucap Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (24/4).

Ubedilah melihat adanya kekeliruan pemaknaan dari Presiden Jokowi yang hanya melihat pergerakan warga Jabodetabek secara fisik dari kota ke kampung.

Padahal, kata Ubedilah, bergeraknya puluhan ribu warga dari Jabodetabek ke kampung halaman berpotensi membawa virus corona serta adanya makna mengungsi.

"Itu sesungguhnya memiliki makna mengungsi. Mereka menjadi pengungsi di daerah. Mengapa? Sebab di antara karakteristik pengungsi adalah tidak memiliki cukup keuangan dan makanan untuk bisa bertahan hidup, di kampung juga lama-lama sumber bantuannya dari sesama warga di kampung juga akan habis," jelas Ubedilah.

Sementara, sambung analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, ciri warga pengungsian adalah memiliki kebergantungan yang tinggi.

"Sementara pekerjaan di kampung tidak ada. Praktis mereka hanya akan bergantung kepada bantuan. Kebergantungan tinggi kepada bantuan adalah ciri warga pengungsi," lanjut Ubedilah.

Dengan demikian, fenomena masyarakat yang kembali ke kampung halamannya bisa disebut sebagai fenomena pengungsian besar-besaran.

"Jadi sesungguhnya saat ini sedang terjadi pengungsian besar-besaran di seluruh Indonesia. Situasi ini juga terjadi di hampir seluruh dunia. Problemnya, di Indonesia tampak lebih parah karena kemungkinan daya tahannya hanya maksimal dua atau tiga bulan saja," pungkas Ubedilah.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya