Kebutuhan masker melonjak tinggi sejak wabah virus corona merebak Desember 2019 lalu. Beberapa negara mengalami kelangkaan stok masker dan keluhan masyarakat mengenai tingginya harga masker yang tersedia, termasuk Indonesia.
Setelah Jokowi mengumumkan Indonesia memiliki kasus pertama dan kedua pasien positif virus corona, sontak harga masker melonjak hingga 10 kali lipat, disusul dengan kelangkaan persediaan masker.
Hal yang berbeda terjadi di Taiwan. Negara yang mencatat kasus virus corona sebanyak 48 dan angka kematian 1 orang ini bisa mengantisipasi persoalan soal masker. Masyarakat di sana bisa dengan mudah membeli masker dengan harga normal, setara dengan Rp 2000,-.
Bagaimana Taiwan bisa melakukan hal itu?
Taiwan telah melakukan langkah-langkah cepat dalam mengatasi dampak virus corona.
Langlah pertama: Pemerintah Taiwan telah mengambil tindakan lebih awal untuk pencegahan epidemi, bahkan mendahului Jepang, Korea Selatan, dan Eropa.
Taiwan segera mendirikan pusat komando epidemi pada tanggal 20 Januari untuk menangani upaya pencegahan epidemi nasional serta mengadopsi langkah-langkah pencegahan radang paru-paru Wuhan.
Langkah kedua: Taiwan memutuskan kebijakan "Membuka Arus Masuk dan Menghemat Arus Keluar."
Dengan pengalaman memerangi SARS pada 2003, Taiwan menyadari bahwa masker akan menjadi salah satu benda anti-epidemi yang diincar oleh masyarakat. Sementara Taiwan hanya sedikit memproduksi masker buatan dalam negeri dan melakukan impor sebanyak 80 persen setiap tahun. Untuk 'menghemat arus keluar', pada 24 Januari pemerintah Taiwan mengumumkan untuk sementara waktu melarang masker medis di ekspor ke luar negeri.
Ketiga: Pemerintah Taiwan memutuskan untuk membeli masker medis di seluruh negeri, dan mendistribusikan serta menjualnya secara nasional.
Mengantisipasi antrian pembelian masker serta penyebaran penjualan yang tidak merata, pemerintah Taiwan memutuskan untuk meminta masker medis yang diproduksi di seluruh negeri pada awal 31 Januari. Kemudian menugaskan Pusat Komando Epidemi Center untuk distribusikan ke unit medis, serta ke minimarket dan apotek nasional untuk dijual dengan harga yang sama kepada warga di seluruh negeri. Sejak itu, harga masker medis di Taiwan ditetapkan dengan harga yang sama oleh pemerintah.
Perancis, pada 3 Maret lalu mengikuti langkah yang diambil Taiwan ini.
Keempat: Taiwan membentuk "Tim Nasional Masker" dan secara aktif "Membuka Arus Masuk" masker.
Karena produksi masker di Taiwan sangat terbatas, untuk memenuhi permintaan domestik, pemerintah Taiwan memutuskan berinvestasi sekitar 200 juta dolar Taiwan (sekitar Rp 95 milyar) pada tanggal 31 Januari. Langkah ini diharapkan dapat menambah 60 jalur produksi masker dalam waktu yang singkat.
Produsen mesin dan teknologi besar Taiwan merespons kebijakan pemerintah. Mereka menyiapkan sumber daya manusia secara sukarela dan material secara gratis untuk membentuk tim masker nasional.
Gotong royong ini membawa hasil, 60 jalur produksi masker yang dibutuhkan bisa terealisasi dalam waktu kurang dari sebulan, yang memungkinkan produksi masker medis Taiwan meningkat jadi 10 juta lembar per hari pada awal Maret.
Pemerintah Taiwan juga telah menginvestasikan tambahan 30 jalur produksi yang baru lagi, dan diharapkan akan selesai secara bertahap pada akhir Maret. Pada saat itu, Taiwan akan menjadi produsen masker terbesar kedua di dunia.
Kelima: Pemerintah Taiwan mendahului negara-negara lain dalam penerapan "Sistem Identitas Asli untuk Pembelian Masker".
Untuk memungkinkan semua orang bisa membeli masker dan mencegah orang menimbun masker, pemerintah Taiwan telah menerapkan "Sistem Identitas Asli untuk Pembelian Masker" sejak 6 Februari lalu. Setiap orang harus pergi ke apotek dan klinik kesehatan di seluruh negeri untuk membeli masker dengan menggunakan kartu asuransi kesehatan nasional.
Pembelian pun dibatasi per minggu di hari tertentu. Warga yang akan membeli harus berdasarkan urutan nomor terakhir dari nomor kartu identitas. Misalnya, kartu bernomor ganjil, dapat membeli masker di hari Senin, Rabu dan Jumat setiap minggunya, sedangkan yang bernomor genap dapat membeli di hari Selasa, Kamis dan Sabtu setiap minggunya, dan hanya di hari Minggu saja semua orang (tidak berlaku nomor ganjil dan genap) dapat membeli masker.
Saat ini, orang dewasa dapat membeli 3 lembar masker, dan anak-anak dapat membeli 5 lembar masker per minggu di hari tertentu. Harga per lembar masker dipertahankan di harga 5 dolar Taiwan (sekitar Rp 2.000). Di masa depan, tergantung pada produksi masker di Taiwan, jumlah pembelian per orang per minggu akan ditingkatkan.
Taiwan menjadi pioner dalam penerapan sistem identitas asli untuk masker. Korea Selatan pun mulai menerapkan sistem identitas asli yang serupa pada tanggal 9 Maret.
Keenam: Taiwan menggunakan teknologi informasi untuk memfasilitasi distribusi oleh pemerintah dan pembelian masker oleh masyarakat.
Jumlah penjualan masker setiap hari di berbagai tempat dapat dilaporkan secara online melalui internet setiap saat. Sehingga pemerintah dapat mengetahui apotik mana saja yang kekurangan stok masker atau kelebihan stok, dan bisa segera memperbaharui pembagian jumlah masker di tiap apotik.
Pemerintah Taiwan dan sektor swasta juga telah mengembangkan banyak aplikasi untuk pembelian masker. Selama orang menggunakan ponsel mereka, mereka dapat memeriksa persediaan masker di semua tempat apotik melalui ponsel terlebih dahulu sebelum membeli.
Masker adalah benda kecil, tetapi merupakan bahan preventif yang sangat diperlukan bagi publik dalam menghadapi epidemi virus corona.
Pemerintah Taiwan telah mengambil langkah-langkah seperti "Membuka Arus Masuk dan Menghemat Arus Keluar" untuk memberikan rasa aman kepada rakyat Taiwan.
300.000 orang Indonesia dan orang asing lainnya yang tinggal secara legal di Taiwan, juga dapat menikmati hak yang sama seperti warga Taiwan untuk membeli masker dengan menggunakan kartu asuransi kesehatan nasional dan kartu izin tinggal mereka. Melalui keunggulan medis dan kekuatan teknologi yang dimiliki Taiwan ini, Taiwan bersedia berbagi pengalaman pencegahan epidemi yang berharga dengan seluruh negara di dunia.