Berita

Pecinta Buku di Baghdad/Net

Dunia

Para Penjual Buku Di Baghdad Tetap Bertahan Tanpa Takut Virus Corona

RABU, 11 MARET 2020 | 08:26 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Para penjual buku di Baghdad, Irak, adalah orang-orang yang telah melalui masa-masa paling sulit sekalipun. Sejak kekerasan jaman Saddam Hussein, sampai bertahun-tahun setelah kejatuhannya, mereka telah merasakan hal yang paling pahit dan berusaha bangkit. Sehingga, bagi para penjual buku itu, wabah virus corona bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan.

Walau pihak berwenang Irak mendesak warga menghindari pertemuan publik dan memerintahkan kafe tutup, para penjual buku tetap menggelar dagangannya.

Para penjual buku di Jalan Mutanabbi di tepi Sungai Tigris, masih membuka lapak-lapaknya, bertemu dengan pelanggan mereka, bahkan hingga mengobrol membicafrakan politik dan bebagai hal seperti biasanya.

Jalan Mutanabbi adalah tempat di mana biasa acara-acara budaya dilaksanakan. Pertemuan para penulis, musisi, dan pelukis, masih berkumpul di sana. Mereka berkumpul dekat patung Mutanabbi, penyair abad ke-10, yang menjadi nama jalan tersebut.

Pengunjung memang terus menurun akibat virus corona. Ditambah lagi adanya aksi di jalanan yang memprotes pemerintah yang kejam. Namun, warga di sana tetap melakukan aktivitasnya. Bagi para pecinta buku kelas berat, mereka tetap mendatangi para pedagang buku di sana dengan  mengenakan masker.

"Saya datang ke sini setiap hari Jumat sejak tahun 80-an ketika saya masih mahasiswa," kata Jawad al Bidhani, seorang profesor universitas, yang membeli empat buku akademik, seperti dilaporkan Reuters, Selasa (10/3).

"Penyakit ini (virus korona) berbahaya dan fatal. Tapi ini tidak akan mencegah kita datang ke Jalan Mutanabbi. Jadi kami mengambil kesempatan untuk duduk di sini bersama teman-teman kami selama satu atau dua jam," katanya.

Ini adalah 'sarang' buku-buku bagus yang berasal dari gedung-gedung terdekat, dibawa dengan troli dan dipajang di atas meja di jalan. Jalan Mutanabbi merupakan barometer kehidupan intelektual.

Seperti pepatah dalam tradisi sastra, "Kairo menulis. Beirut mencetak. Baghdad membaca. "

Saat pemerintahan Saddam, warga tidak mempunyai kebebasan membaca apa saja, terutama bacaan-bacaan kritis. Setelah dia jatuh, literatur politik dan agama menjadi populer.

"Hanya ada sedikit permintaan untuk buku-buku politik, juga bukan buku-buku agama," kata Hamza Abu Sara, seorang penjual buku. Saat ini kebanyakan orang-orang memilih buku inspirasi dan motivasi, dan juga fiksi.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya