Berita

Demokrat tampaknya bakal lebih utamakan aklamasi untuk menentukan ketua umum/Net

Politik

Demi Hindari Noda Demokrasi, Kader Demokrat Inginkan Aklamasi Ketimbang Voting

SENIN, 24 FEBRUARI 2020 | 10:57 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Partai Demokrat tampaknya cukup trauma jika regenerasi kepemimpinan diserahkan kepada 'pasar terbuka'.

Hal itu disebabkan karena pragmatisme berbagai kekuatan modal yang menunggangi nama-nama tertentu berpotensi membahayakan soliditas mesin Partai Demokrat.

Demikian analisis yang disampaikan oleh Direktur Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Ahmad Khoirul Umam, saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (24/2).


Hal tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, saat Anas Urbaningrum terpilih dulu notabene berada di luar kendali dan supervisi langsung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akibatnya terjadi hal-hal tak diinginkan.

"Hingga berakibat kepada terkoreksinya elektabilitas Demokrat secara signifikan di Pemilu 2014 lalu," ujarnya.

Karena itu, wajar jika banyak kader yang menginginkan pengganti Ketum hendaknya berasal dari pihak-pihak yang telah dididik, memiliki kesamaan cara pandang politik dan kebangsaan dengan SBY, dan mendapatkan restu politik dari sang Ketua Umum.

Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa banyak kader Demokrat yang cenderung menghendaki pemilihan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara aklamasi.

"Sebab, sistem aklamasi tentu berbeda dengan sistem penunjukan. Sehingga tetap menjamin hak suara pengurusnya," jelas Khoirul.

Selain itu, Partai Demokrat tampaknya harus belajar pada pengalaman Kongres PAN. Di mana mekanisme voting yang dilakukan pada basis politik yang kurang terkonsolidasi, berpotensi membuka ruang konflik internal yang justru menjadi 'noda demokrasi'.

Apa yang terlihat dalam Kongres PAN beberapa waktu lalu adalah fakta tak terbantahkan soal ternodanya demokrasi di dalam partai. Karena itu, Partai Demokrat tampaknya tidak ingin mengambil risiko lebih besar.

"Sehingga wajar jika kemungkinan mekanisme aklamasi akan diambil ketimbang voting, konvensi, apalagi mekanisme penunjukkan," pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya