Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Omnibus Law RUU Ciptaker Ancam Kebebasan Pers

SELASA, 18 FEBRUARI 2020 | 18:40 WIB | LAPORAN: AHMAD ALFIAN

Pemerintah telah mengirimkan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) ke DPR. Draf RUU tersebut hasil dari konsep Omnibus Law untuk merampingkan dan merevisi sejumlah undang-undang yang berlaku saat ini.

Selain mengatur soal investasi, RUU ini juga memasukkan revisi sejumlah pasal dalam Undang Undang 40/1999 tentang Pers. Setidaknya ada dua pasal yang akan diubah, yaitu soal modal asing dan ketentuan pidana, serta sanksi yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Terkait hal ini, Ketua Komisi Hukum dan Perundang- undangan Dewan Pers  M. Agung Dharmajaya angkat bicara melalui konferensi pers yang digelar hari ini di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat.


"Kami dari komunitas pers sekali lagi minta untuk dilibatkan. Karena sekali lagi seperti bunyinya UU Pers, kalau sampai tidak melibatkan komunitas pers saya rasa ini aneh," ungkapnya Selasa (18/2).

Pada dasarnya, Agung menegaskan, Dewan Pers sepakat terkait penyederhanaan regulasi, namun karena tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan akhirnya menimbulkan asumsi yang beragam.

Salah satu subtansi kemerdekaan pers adalah rezim self regulation. Pers diberi kewenangan merumuskan aturan dan mengatur dirinya sendiri tanpa ada campur tangan dari pemerintah.

Itulah mengapa ketentuan-ketentuan dalam UU 40/1999 tidak diturunkan dalam bentuk PP yang notabene merupakan produk pemerintah, tetapi dalam bentuk Peraturan Dewan Pers.

Peraturan Dewan Pers adalah peraturan yang dibuat oleh organisasi-organisasi pers dan masyarakat atas fasilitasi dan atau diinisiasi Dewan Pers. Pembuatan peraturan dilakukan melalui serangkaian FGD dan diskusi.Setelah mengkristal baru dibawa ke Rapat Pleno Dewan Pers untuk disahkan menjadi peraturan Dewan Pers.

RUU Ciptaker yang antara lain mengubah Pasal 18 UU Pers, kesannya atau memang awalnya  dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas ketaatan perusahaan pers terhadap ketentuan administratif.

Namun, ketika RUU itu membuka pintu pada pemerintah untuk mengatur melalui PP maka ini bermakna bahwa pemerintah berusaha mencabut rezim self regulation.

"Ketika pemerintah bisa mengatur pers melalui PP maka selesai sudah kemerdekaan pers," pungkasnya.    

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya