Berita

Proyek Terowongan Istiqlal-Katedral/Net

Publika

Terowongan Toleransi?

SENIN, 10 FEBRUARI 2020 | 18:02 WIB

SETELAH pikiran memindahkan ibukota ke daerah yang ternyata banjir, berlubang lubang bekas tambang, serta membangun dari nol, kini muncul pikiran dan agenda membuat "ikon toleransi" dengan membuat terowongan antara Masjid Istiqlal ke Gereja Kathedral.

Pertanyaan awal dan mendasar, apa gunanya? Tempat pertemuan sembunyi-sembunyi atau agar dapat beribadah bergantian tempat?

Kadang sulit dimengerti cara berpikir sesaat yang tak matang atau mengikuti suara pembisik yang mungkin hanya sekadar cari muka. Jika untuk jalan masuk pendeta atau pastur menuju masjid sangat tidak tepat, sebab masjid bukan tempat yang bisa begitu saja "diinjak-injak" nonmuslim.


Begitu juga tidak ada kepentingan ustaz atau kiai yang berceramah atau ibadah di masjid harus datang ke gereja tanpa kepentingan apa pun.

Bagi jamaah dari kedua agama tentu tidak bermakna pula. Lalu untuk siapa manfaat terowongan?

Mungkin untuk turis. Tetapi gereja dan masjid bukan objek terbuka bagi turis yang keluar masuk dengan membayar tiket. Ini adalah tempat ibadah, bukan museum atau monumen sejarah.

Ikon toleransi? Rasanya tidak juga. Paling namanya "artificial icon". Sandiwara atau buat-buatan saja. Bisa-bisa malah menjadi ikon kebohongan. Namanya juga artifisial, bohong-bohongan.

Jika terowongan ingin bermakna bagi umum, sebaiknya ya jadi penyeberangan jalan. Dari trotoar ke trotoar. Jika pejalan harus selalu memasuki halaman, tentu tak baik dari segi estetika maupun keamanan. Untuk sekadar berfungsi sebagai penyeberangan, tak diperlukan sarana yang berbiaya tinggi.

Konon terowongan juga agar jemaat Katedral dapat parkir di halaman Istiqlal. Nah jika ini sebagai alasan, maka sederhana sekali hanya urusan parkir. Jadi, dari aspek apa pun terowongan ini jelas mubazir.

Alih-alih menjadi ikon "jembatan silaturahim" yang terjadi bisa fitnah. Jika terjadi apa-apa di gereja maka yang disalahkan bisa jamaah Istiqlal yang menggunakan terowongan.

Soal toleransi baiknya substansial, bukan dengan simbol. Fondasinya tetap "lakum diinukum wa liya diin".

M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Keagamaan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya