Berita

Salamuddin Daeng/Net

Publika

Loses Migas: Inefisiensi Atau Korupsi?

KAMIS, 06 FEBRUARI 2020 | 00:30 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

SALAH satu masalah terbesar yang dihadapi ekonomi Indonesia saat ini adalah masih buruknya pengelolaan sektor migas yang merupakan fondasi ekonomi nasional. Kondisi ini ditandai dengan masih besarnya losses migas nasional. Baik itu disebabkan oleh korupsi maupun inefisiensi.

Keduanya hampir tidak dapat dibedakan mengingat tindak pidana korupsi sendiri bisa bersembunyi dibalik masalah masalah perdata.

Meski kasus-kasusnya belum banyak yang dapat diungkap oleh lembaga penegak hukum, namun data-data migas menunjukkan besarnya kerugian yang dihadapi ekonomi nasional terkait dengan kebocoran dalam pengelolaan migas. Hal ini tentu menjadi tantangan besar penegakan hukum saat ini dan di masa mendatang.

Data Kementerian Energi dan Sumbet Daya Mineral menunjukkan bahwa losses di sektor energi sangat besar. Khusus sektor migas dan ketenagalistrikan, losesnya setara dengan 99 juta barel minyak. Ini jika dirupiahkan angkanya mencapai Rp 70 triliun lebih.

Sementara dari minyak (Oil) sendiri lossesnya mencapai Rp 6 -7 triliun setahun. Losses ini berasal dari pengelolaan minyak mentah dan petroleum. Jumlah yang setara dengan keuantungan tahunan pertamina yang merupakan BUMN yang memenang kendali utama pengeloaan hilir migas nasional.  

Sementara losses yang tergambar dalam laporan keuangan Pertamina jauh lebih besar, karena mencakup aspek keuangan seperti aset, kekayaan, piutang migas, dan lain lain.  

Berikut gambaran losses dalam laporan keuangan Pertamina (Laporan keuangan konsolidasian Unaudited tanggal 30 Juni 2019):

1. penurunan nilai atas piutang usaha USD (202.803) ribu.
2. Piutang lain lain Penyisihan penurunan nilai USD (18.562) ribu.
3. Penyisihan penurunan nilai persediaan produk minyak (Catatan 31) USD (182.436) ribu.
4. penurunan nilai persediaan material USD (100.039) ribu.
5. Penurunan nilai properti investasi pada tanggal 30 Juni 2019 tidak terjadi.
6. Penyisihan penurunan nilai aset minyak gas dan geotermal USD (736.213) ribu.
7. Perusahaan melakukan penyisihan penurunan nilai atas uang muka proyek pembuatan kapal tanker kapasitas 30.000 LTDW antara Perusahaan dengan Zhejiang Chenye Shipbuilding Co. Ltd. Manajemen berkeyakinan bahwa penyisihan penurunan nilai tersebut telah mencukupi.
8. Grup mengambil alih PT Medco E&P Tuban (Kemudian berubah nama menjadi PT PHE Tuban) di tahun 2008 dan BP West Java Ltd., (kemudian berubah nama menjadi ONWJ Ltd.) di tahun 2009, PT PHE Oil dan Gas (“PHE OG”) dan pengambilalihan lainnya di tahun 2013. Grup telah melakukan pembukuan penurunan nilai goodwill di tahun 2017 masing-masing sebesar US$4.538 ribu dan US$2.352 ribu dari PHE Blok Tuban dan Blok Ambalat, terhadap nilai tercatat dari PHE OG.
9. penurunan nilai persediaan produk minyak (Catatan 9) USD (106.421) ribu.
10. Piutang atas penyaluran BBM dan pelumas kepada Tentara Nasional Indonesia/ Kementerian Pertahanan (TNI/Kemhan) Pada 30 Juni 2019 dan 31 Desember 2018, manajemen telah mengakui penurunan nilai masingmasing sebesar US$13.304 ribudan US$12.992 ribu.
11.  PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) (“MNA”) Pada tanggal 27 Oktober 2009, MNA telah mengajukan permohonan untuk merestrukturisasi utangnya. Kesepakatan dicapai pada tanggal 17 Oktober 2011 melalui rapat dengan Kementerian BUMN. Pada tanggal-tanggal 30 Juni 2019 dan 31 Desember 2018 saldo penyisihan penurunan nilai atas piutang ini masing-masing sebesar US$18.610 ribu dan US$ 18.190 ribu.
 
Berdasarkan gambaran di atas TOTAL LOSSES DALAM BENTUK PENURUNAN NILAI SECARA KASAR USD 1,41 MILIAR ATAU SEKITAR RP 20 TRILIUN. Ini adalah angka yang sangat besar, karena dapat mencapai 3 sampai 4 kali keuntungan tahunan Pertamina.

Upaya untuk memperbaiki kondisi sektor migas nasional yang saat ini tengah berada dalam kondisi carut-marut, dapat dilakukan dengan secara serius menekan losses migas dalam negeri.

Penegakan hukum harus dilakukan sungguh sungguh dengan mengeleminir semua regulasi/ kebijakan yang membuka peluang terjadinya moral hazard dan menghentikan pencurian minyak di semua rantai pasokan migas.

Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Pangkas Anggaran Kementerian, Prabowo Lebih Peduli Rakyat Kecil

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:30

Bursa Asia Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:22

Guncangan Politik Rumania, Presiden Klaus Iohannis Pilih Mundur

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:19

Butuh 15 Regulasi Kewenangan Khusus Pasca Status Berubah Jadi DKJ

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:17

Jokowi Harusnya Tak Olok-olok SBY soal Hambalang

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:14

Kebijakan Trump Bikin Dolar AS Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:05

Bursa Eropa Sumringah, Indeks Utama Kompak Naik

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:42

Menuju Bahaya Oligarki

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:29

Saham-saham Teknologi Melonjak, Bursa AS Ditutup Menghijau

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:18

Mbak Ita dan Suaminya Dikabarkan Kembali Diperiksa Hari Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:10

Selengkapnya