Berita

Charles Lieber/Net

Dunia

Diduga Berkaitan Dengan Laboratorium Di Wuhan, Seorang Profesor Harvard Dimejahijaukan Pemerintah AS

RABU, 29 JANUARI 2020 | 10:53 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Pemerintah Amerika Serikat menyeret seorang profesor Harvard dan dua peneliti asal China ke meja hijau. Mereka dicurigai memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah China.

Ketua Departemen Harvard, Profesor Charles Lieber, dituding telah berbohong mengenai hubungannya dengan Pemerintah China. Lieber diduga menerima uang hibah lebih dari 1 juta dolar AS atau setara dengan Rp 13,6 milliar (Rp 13.618/dolar AS) dari pemerintah China. Atas tuduhan ini, Lieber kemudian dinonaktifkan secara tidak terbatas oleh Universitas Harvard.

Dimuat BBC, dokumen pengadilan menunjukkan bahwa Lieber telah bekerja sebagai kepala riset di Lieber Research Group di Universitas Harvard. Anak institut Harvard ini juga telah menerima hibah dari Institut Kesehatan Nasional AS dan Departemen Pertahanan AS.


Namun pada 2011, tanpa sepengetahuan Harvard, Lieber bergabung dengan Universitas Teknologi Wuhan di China sebagai ilmuwan. Menurut dokumen pengadilan, ia juga berpartisipasi dalam Thousand Talents Plan, sebuah program yang bertujuan untuk menarik spesialis penelitian asing. AS sendiri telah mem-black list program tersebut karena masalah keamanan.

Dari perannya di Universitas Teknologi Wuhan, Lieber diketahui mendapat gaji bulanan sebesar 50 ribu dolar AS atau Rp 680 juta. Itu belum termasuk biaya hidup hingga 158 ribu dolar AS atau Rp 2,1 miliar.

Lieber juga diyakini telah menerima lebih dari 1,5 juta dolar AS atau Rp 20 miliar untuk mendirikan laboratorium penelitian di Universitas Teknologi Wuhan. Sebagai imbalan, China memintanya bekerja untuk universitas, juga mengajukan paten dan menerbitkan artikel atas nama universitas.

Di pengadilan, Lieber sendiri menyanggah tudingan ini. Ia berbohong mengenai keterlibatannya dalam Thousand Talents Plan dan afiliasinya di Wuhan.

Selain Lieber, dua orang peneliti asal China, Yanqing Ye dan Zaosong Zheng, ikut ditangkap. Mereka dicurigai telah menjadi mata-mata Pemerintah China.

Ye yang merupakan seorang peneliti robotika Universitas Boston diduga bekerja untuk Tentara Pembebasan Rakyat China di samping menyelesaikan sejumlah tugas di AS. Sementara Zheng adalah peneliti kanker. Zheng ditangkap di Bandara Internasional Boston bersama dengan 21 botol sampel biologis di tasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya