Berita

Ilustrasi liberal/Net

Publika

Berpikir Liberal Itu Liar

RABU, 22 JANUARI 2020 | 02:49 WIB

JIKA ada yang bertanya, mana yang lebih berbahaya, pemikiran sekuler atau pemikiran liberal?

Sebenarnya dua-duanya sama bahayanya. Dua pemikiran ini bisa membunuh akidah secara pelan tapi pasti. Pemikiran sekuler akan membentuk seorang individu yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan sosialnya. Baik dalam perkara ibadah mahdhoh. Belum tentu baik dalam mengamalkannya di kehidupan sosial.

Maka dari itu, orang-orang yang berpikir sekuler cenderung menempatkan Allah dalam posisi ibadah individu atau ritual. Seolah posisi Allah hanya berada dalam tempat ibadah. Dalam kehidupan sosial, keberadaan Allah diabaikan bahkan diasingkan dari kehidupan.


Maka dari itu, tak jarang kita jumpai ada orang rajin salat, rutin ikut pengajian, aktif dalam jamaah, namun alergi bila syariah diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Adapun pemikiran liberal, bisa dibilang cara berpikir orang-orang ini sangat liar dan tidak tahu aturan. Bahkan besar kemungkinan berani mengutak-atik hukum Allah demi memenuhi hasrat berpikirnya. Pemikiran ini banyak tercampuri cara berpikir orang-orang Barat ataupun filsafat. Lihat konteks, jangan hanya teks.

Seperti peristiwa viral baru-baru ini. Seorang istri kiai berani mengatakan jilbab itu tidak wajib bagi muslimah. Apa yang Allah wajibkan masih dipersoalkan. Apa yang Allah haramkan masih dicari pembenarannya. Apa yang Allah halalkan mereka hujat habis-habisan.

Demi memuaskan cara berpikirnya yang liar dan kebablasan, mereka mengobok-obok dalil untuk mendukung pemikirannya. Seolah mereka lebih pintar daripada Allah. Plintar-plintir ayat seakan lebih cerdas dari Allah.

Alhasil, pemikiran sekuler dan liberal sejatinya seperti sel kanker yang menggerogoti iman dan akal sehat.

Benarlah apa yang disampaikan Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi. "Orang yang mempunyai komitmen terhadap Islam, katakanlah orang-orang yang shaleh, yang memperjuangkan Islam, yang menegakkan kebenaran, yang melakukan amar makruf nahi mungkar tiba-tiba disebut dengan fundamentalis. Nah ini, kata fundamentalis saja di dalam Islam tidak ada. Ini salah satu tantangan kita bernegara seperti itu".

Beliau juga menyampaikan istilah 'Islam radikal' tidak ada terminologinya dalam Islam.

"Ini termasuk pembagian dari ghazwul fikri, perang pemikiran antara ideologi-ideologi besar di dunia di mana Islam ini sekarang menjadi bulan-bulanan ideologi kontemporer. Itu yang selama ini saya lakukan dengan deliberalisasi atau melakukan proses counter attack terhadap liberalisasi pemikiran Islam,” ujarnya.

Menurut beliau, liberalisasi pemikiran Islam lebih bahaya dari 'membunuh orang'. Liberalisasi pemikiran adalah dekonstruksi syariah dan dekonstruksi akidah, berarti dia akan membunuh ribuan orang, membunuh dalam arti spiritual, membunuh orang yang selama ini beriman menjadi tidak beriman.

Betapa bahayanya pemikiran impor produk ideologi asing ini. Semestinya umat mewaspadai bahaya terselubung dari konsep berpikir sekuler dan liberal yang dijajakan Barat. Merangsek masuk dalam benak-benak kaum muslim. Dan tanpa sadar mereka yang sudah teracuni pemikiran ini akan berpikir sesuai pola pikir Barat.

Jika pola pikir ini terus dipelihara dalam kehidupan mereka, iman pun terkikis bahkan hilang sama sekali. Jika sudah demikian, rasa takut kepada Allah bisa hilang. Kaum liberalis ini seperti musuh dalam selimut.

Islam ya Islam.

Tak ada Islam radikal, Islam liberal, Islam moderat, atau Islam nusantara. Islam just Islam. Asli tanpa koma, tanpa kata penghubung. Islam itu Alquran dan As Sunnah. Islam itu mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Bukan ikut Amerika atau China.

Bagi siapapun yang memiliki pemikiran liberal, sejatinya kalian tak mewakili Islam. Bahkan tak layak menyandang predikat orang beriman. Bukan untuk menghakimi apalagi mengadili. Sebab, orang beriman tak akan berani menyalahi syariat Allah. Orang beriman hanya tunduk pada Allah dan Rasul-Nya. Bukan tunduk menuruti hawa nafsu dan akal yang terbatas.

Chusnatul Jannah
Aktivis Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya