Berita

Ilustrasi Migas/Net

Publika

Betapa Amburadulnya Sektor Migas Dan BUMN Migas

MINGGU, 12 JANUARI 2020 | 21:08 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

SEKTOR migas dan BUMN migas memperlihatkan keadaan yang sangat amburadul dalam tahun-tahun belakangan. Mulai dari lingkungan makro yang tidak kondusif, hingga kinerja perusahaan BUMN migas yang makin buruk.

Padahal migas adalah sektor kunci bagi pertumbuhan ekonomi,  penerimaan pajak dan bahkan stabilitas moneter. Sektor migas adalah kunci bagi defisit tidaknya neraca dagang, neraca transaksi berjalan, dan juga defisit APBN.

Bayangkan saja, dalam dua tahun terakhir tak ada investasi migas, sektor migas menghadapi lingkungan regulasi yang sangat buruk, ketidakpastian hukum, dan merajalelanya praktik KKN serta mafia migas, yang tidak hanya membuat investor ngeri menghadapi oligarki Indonesia, namun hingga mengakhiri kegiatan mereka di Indonesia.

Mafia migas disinyalir menguasai rantai ekonomi migas mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari produksi minyak, kilang hingga izin pendirian SPBU dan SPBG.

Sementara BUMN-BUMN migas hanya punya prestasi menumpuk utang. Utang yang ditumpuk melalui global bond oleh Pertamina misalnya, mencapai dua kali lipat sejak era reformasi 1998, setengah utang dalam global bond yang bertumpuk di Pertamina tersebut, dibuat hanya dalam dua tahun, yakni tahun 2018 dan 2019.

Kondisi paling mengkhawatirkan adalah produksi minyak terus merosot, lifting minyak juga merosot, pendapatan perusahaan Pertamina juga menurun. Perusahaan tidak dapat meningkatkan penanaman modal mereka di dalam usaha mereka di hulu migas, yang mengakibatkan blok-blok yang dikuasainya tidak dapat berproduksi secara optimal.

Tentu saja ini memperparah impor BBM dan LPG, memperparah defisit perdagangan, defisit transaksi berjalan dan pada akhirnya akan menguras dana subsidi dari APBN.

Sementara pembangunan kilang migas yang menjadi prioritas utama pemerintah dalam sektor ini tidak melangkah dari tempatnya. Bahkan presiden menyebut bahwa pembangunan kilang tidak mengalami perkembangan meskipun 1 persen saja.

Pertamina yang ditugaskan membangun kilang tidak melakukan apa-apa. Padahal Pertamina sudah membuat satu direktur untuk mengurusi pembangunan kilang, mencari mitra dalam dan luar negeri, namun hasilnya tidak ada satu persen. Sengaja atau tidak sengaja, inilah yang melestarikan mafia impor BBM senagaina yang disinggung presiden.

Pada bagian lain, subsidi malah membengkak atau jebol. Kemampuan kontrol perusahaan Pertamina dalam distribusi BBM bersubsidi tidak efektif dan efisien. Subsidi BBM masih merupakan subsidi paling besar untuk LPG dan solar.

Tidak terlihat kemajuan dalam mengatasi masalah subsidi LPG yang semakin tidak masuk akal, nilainya mencapai Rp 70-an triliun.

Padahal pertamina bekerja sama dengan Telkom gembar-gembor tentang program digitalisasi. Suatu megaproyek untuk menghubungkan rantai produksi Pertamina dengan ICT, dunia digital hingga fintech.

Namun program ini ternyata tidak membuahkan hasil apa-apa, baik dalam mendukung peningkatan produksi, produktifitas, efesisnsi dan optimalisasi seluruh lini bisnis Pertamina.

Bahkan Pertamina harus membayar fee tahunan ke PT Telkom Rp 800 miliar setahun sebagai fee atas fasilitas digitalisasi yang konon dibangun oleh Telkom di Pertamina. Nilai yang setara dengan dua kali gaji seuruh pekerja Pertamina, dan jika uang itu dibagikan kepada 14 ribu karyawan Pertamina, maka masing-masing karyawan mendapatkan tambahan sedikitnya Rp 50-60 juta setahun.

Gawat juga ya? Keadaan ini harus diakhiri oleh Presiden Jokowi.

Penulis adalah peneliti senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) 

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya