Berita

Bank Mualamat yang Bermasalah/Net

Bisnis

Apa Kabar Kasus Muamalat? Akankah Bergabung Dalam Pansus Yang Sama Seperti Jiwasraya?

SENIN, 30 DESEMBER 2019 | 11:11 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Drama penyelamatan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. tak kunjung usai, dan kini masuk babak baru yang diperkirakan masih akan berlanjut pada 2020.

Kantor Berita Politik RMOL mencoba merangkum beberapa peristiwa terkait permasalahan Bank Syariah pertama di Indonesia ini.

Menilik beberapa minggu ke belakang, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) memberikan izin untuk menggelar rights issue atau penerbitan saham baru sebesar Rp2 triliun dan penerbitan sukuk senilai Rp6 triliun. Izin tersebut punya masa berlaku selama setahun hingga Desember 2020.

Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) Achmad Kusna Permana mengatakan persetujuan tersebut kembali diperbaharui sebagai upaya manajemen untuk menyiapkan koridor bagi masuknya calon investor yang serius. Pada tahun ini, rencana penerbitan saham tak terealisasi karena belum ada calon investor yang mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Salah satu calon investor yang menurut Permana merupakan yang paling siap, adalah Al Falah Investments Pte. Limited. Perusahaan investasi itu adalah bentukan lham Habibie, yang diangkat menjadi Komisaris Utama Bank Muamalat per 28 Juli 2018.

Kabar masuknya Al Falah sudah terdengar sejak 2017. Perusahaan itu sempat menyetor dana Rp2 triliun ke rekening escrow sebagai bentuk keseriusannya.

Tetapi, dana itu ditarik kembali karena belum ada titik temu dengan OJK yang meminta agar jumlahnya dinaikkan menjadi Rp4 triliun.

Direktur utama pertama Bank Muamalat, Zainulbahar Noor, malah tak meyakini rencana penyuntikan modal dari Al-Falah dapat tetap dijalankan.

Bukan tanpa alasan ia merasa pesimis. Usulan ini sebelumnya pun masih belum mendapat restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lantaran masih belum cukup untuk menyehatkan Bank Muamalat.

“Kami cuma bisa berharap Presiden Joko Widodo bisa mulai menunjukkan keberpihakannya untuk menyelamatkan Muamalat. Kalau itu bisa, itu bisa cepat,” katanya lesu.

Meski terdengar politis, menurutnya hal itu adalah satu-satunya upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan bank syariah tertua ini.

Islamic Development Bank (IsDB) memiliki aturan sendiri dan tak dapat menambah modal lagi, sedangkan investor minoritas internasional lain hanya sekadar berinvestasi dengan tujuan untuk menjual kembali sahamnya.

“Pasti sulit mendorong mereka untuk menyuntikan dana segar. Apa lagi kalau diminta sampai Rp4 triliun,” keluh Zainulbahar.

Di samping itu, Zainulbahar menyampaikan jika Bank Muamalat gagal, maka keseriusan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah akan dipertanyakan oleh negara-negara Islam lainnya.

Komisaris Utama/Komisaris Independen Bank Muamalat Ilham A. Habibie mengatakan RUPS kali ini memperbaharui kesepakatan yang disetujui sebelumnya. Ilham pun sebenarnya kurang begitu yakin dengan rencana tersebut.

“Namun, bagaimana pun kami tetap melanjutkan rencana penambahan modal tier 1 dan tier 2 ini. Setidaknya kami memiliki izin dari pemegang saham untuk mengeksekusi penyuntukan modal ini,” katanya.

Menelisik setiap laporan keuangan perseroan sejak 1998, Bank Muamalat terlihat mengalami penurunan pembiayaan hingga 1999. Namun, kinerja negatif tersebut langsung dikompensasi dengan pertumbuhan penyaluran pembiayaan signifikan pada tahun berikutnya hingga 2013. Bahkan, rata-rata pertumbuhan pembiayaan setiap tahunnya mencapai 37%.

Pada 1998, perseroan juga mengalami penurunan kualitas kredit. Akan tetapi, pertumbuhan pembiayaan seagresif itu membuat Bank Muamalat cukup mampu menekan rasio pembiayaan bermasalah atau nonperforming finance (NPF) di posisi yang cukup aman.

Kinerja Bank Muamalat rupanya tidak benar-benar cemerlang. Masih mengutip laporan tahunan Bank Muamalat, sejak 1999 setidaknya ada empat direktur utama yang datang silih berganti dan menyisakan masalah pada Bank Muamalat di akhir masa jabatan mereka.

Mereka antara lain, Riawan Amin yang saat ini menjadi dewan kehormatan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Arviyan Arifin yang kini menjadi direktur utama PT Bukit Asam Tbk., Endy PR Abdurrahman yang kini komisaris independen PT Zurich Topas Life Indonesia, dan Dirut Bank Muamalat saat ini Achmad Kusna Permana.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menuturkan otoritas tetap harus mau memberi relaksasi dalam menangani Bank Muamalat.

Amin berharap OJK memper-bolehkan segala usulan alternatif yang perseroan ajukan. Pasalnya, permasalahan Bank Muamalat pun tidak serta-merta selesai dengan masuknya modal baru.

“Proses penyelamatan dan penyehatan pun butuh waktu. Jika Rp2 triliun itu masuk, setidaknya perkembangan bisa terukur dan investor lain pun tertarik mengulurkan tangannya. Kalau perlu OJK tempatkan orang deh di Muamalat jika benar-benar tidak percaya,” ucapnya.

Tak seperti bank lain, Bank Muamalat benar-benar tampak berada pada jalan buntu. Debitur bermasalah pun tak tampak memiliki itikad baik untuk membantu meringankan beban Muamalat dengan melunaskan fasilitas yang telah ditarik.

Pada kuartal ketiga tahun ini, Bank Muamalat hanya tinggal mencatat laba bersih sekitar Rp7 miliar, turun 93% secara tahunan.

Dengan pembiayaan yang tidak tumbuh dan terus direstrukturisasi akibat rendahnya kualitas, membuat perseroan sulit bertahan dalam waktu yang lama.

Lalu kini siapakah yang akan menyelamatkan muamalat? Apakah sudah waktunya meminta bantuan Presiden Jokowi seperti harapan Zainulbahar Noor?

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo pernah mengatakan sampai saat ini masih terus dilakukan penjajakan oleh calon investor Muamalat. Ia juga menyebut adanya opsi penggabungan pada bank pelat merah. Menurutnya komunikasi sudah dilakukan dan hasilnya sudah dapat dijadikan bahan evaluasi langkah ke depan.

Komisi XI DPR RI telah turun tangan dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas persoalan yang mendera Bank Muamalat.

Bersamaan dengan kasus Muamalat, DPR juga melakukan hal serupa untuk kasus Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Timnas Amin Siang Ini Dibubarkan

Selasa, 30 April 2024 | 09:59

Perbuatan Nurul Ghufron Dinilai Tidak Melanggar Etik

Selasa, 30 April 2024 | 09:57

Parpol Ramai-ramai Gabung Koalisi Prabowo Jadi Alarm Matinya Oposisi

Selasa, 30 April 2024 | 09:55

PKS Oposisi atau Koalisi Tunggu Keputusan Majelis Syuro

Selasa, 30 April 2024 | 09:46

Anggaran Sudah Disetujui, DPRD DKI Tunggu Realisasi RDF Skala Perkotaan

Selasa, 30 April 2024 | 09:36

Beli Sabu, Oknum Polisi Tulungagung Ditangkap

Selasa, 30 April 2024 | 09:31

MPR akan Bangun Komunikasi Politik dengan Jokowi hingga Hamzah Haz Jelang Transisi

Selasa, 30 April 2024 | 09:27

Jakarta Hari Ini Cenderung Cerah Berawan

Selasa, 30 April 2024 | 09:19

Perahu Rombongan Kader PMII Terbalik, Satu Meninggal

Selasa, 30 April 2024 | 09:06

2 Mei, Penentu Lolos Tidaknya Garuda Muda ke Olimpiade Paris

Selasa, 30 April 2024 | 08:48

Selengkapnya