Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Miris, Wanita Uighur Harus Berbagi Ranjang Dengan Petugas Pemerintah Setelah Suami Mereka Ditahan

KAMIS, 07 NOVEMBER 2019 | 06:39 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Penderitaan tampaknya belum lepas menerpa warga muslim Uighur di wilayah Xinjiang China. Setelah kebebasan beragama mereka dirampas dan banyak warga muslim Uighur yang ditahan di kamp-kamp interniran, kini, berhembus kabar bahwa wanita muslim Uigur yang suaminya ditahan di kamp-kamp tersebut dipaksa berbagi ranjang dengan petugas pemerintah pria yang ditugaskan untuk mengawasi mereka di rumah mereka.

Menurut sumber-sumber partai yang mengatakan kepada Radio Free Asia (RFA), petugas dari Partai Komunis secara teratur tidur bersama anggota keluarga minoritas Uighur yang dianiaya selama kunjungan pengawasan yang berlangsung hingga seminggu.

Hal itu merupakan bagian dari program yang dijalankan sejak awal tahun lalu, di mana pemerintah China sendiri telah mengerahkan lebih dari satu juta mata-mata, kebanyakan dari mereka adalah laki-laki dan bagian dari mayoritas etnis Han di negara itu, untuk tinggal di rumah tangga Uighur setiap dua bulan sebagai bagian dari apa yang disebutnya sebagai program "Berpasangan dan Menjadi Keluarga".


Keluarga Uighur harus menjelaskan kepada petugas tersebut informasi tentang kehidupan dan pandangan politik mereka.

Seorang pejabat partai Komunis anonim membocorkan kepada RFA bahwa selama kunjungan mereka, para petugas, melakukan aktivitas bersama seperti bekerja, makan, dan bahkan sering berbagi tempat tidur dengan "tuan rumah" mereka.

"Mereka tinggal bersama kerabat berpasangan mereka siang dan malam," kata petugas itu yang juga bertugas mengawasi 70 hingga 80 keluarga di wilayah Yengisar.

"Biasanya satu atau dua orang tidur di satu tempat tidur, dan jika cuaca dingin, tiga orang tidur bersama," tambahnya.

Dia meggambarkan bahwa petugas tersebut bertugas membantu keluarga Uighur dengan ideologi mereka dan membawa ide-ide baru.

"Petugas berbicara kepada mereka tentang kehidupan, di mana selama itu mereka mengembangkan perasaan satu sama lain," tambahnya, seperti dikabarkan The Independent.

Dia mengklaim bahwa dia tidak pernah mendengar pejabat yang mencoba mengambil keuntungan atau melakukan pelecehan seksual terhadap seseorang yang tinggal bersama mereka. Dia mengatakan bahwa itu adalah hal yang dianggap normal bagi perempuan untuk tidur di kasur yang sama dengan saudara laki-laki mereka yang berpasangan.

Pejabat itu pun mengatakan bahwa pemerintah China menggambarkan program itu sebagai program sukarela.

Kepala komite lingkungan di Yengisar mengkonfirmasi kepada RFA soal kabar tersebut Dia mengatakan bahwa para pejabat pria secara teratur tidur bersama wanita Uighur selama masa tinggal mereka.

Meski begitu, dia menyebut bahwa para petugas menjaga jarak satu meter dari "tuan rumah" mereka di malam hari, dan mengklaim tidak ada yang mengeluh tentang pengaturan tersebut.

Sementara itu, pernyataan berbeda datang dari kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW). Kelompok tersebut mengatakan bahwa keluarga Uighur tidak diberi pilihan untuk menolak kunjungan tersebut. Karena penolakan akan berarti cap sebagai ekstrimis potensial.

HRW menyebut bahwa itu adalah praktik asimilasi paksa yang tidak hanya melanggar hak-hak dasar, tetapi juga cenderung mendorong dan memperdalam kebencian di wilayah tersebut.

"Keluarga Muslim di seluruh Xinjiang sekarang benar-benar makan dan tidur di bawah pengawasan ketat negara di rumah mereka sendiri," kata seorang peneliti senior China di HRW, Maya Wang.

Sedangkan juru bicara kelompok pengasingan Kongres Uighur Dunia, Peter Irwin, mengatakan kepada The Independent bahwa program itu menandai langkah maju yang salah dalam penindasan Muslim di China.

"Apa yang diwakilinya adalah penghancuran total garis antara kehidupan pribadi dan publik," tambahnya.
"Mempunyai pria China atau pejabat kepolisian China pada dasarnya tinggal di rumah mereka bukanlah hal yang baru, tetapi ini tentang mengawasi orang-orang sedekat mungkin," tegasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya