Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Radikalisme, Ekonomi Lesu Dan Rekonsiliasi Kerakyatan

KAMIS, 31 OKTOBER 2019 | 15:23 WIB | OLEH: SYA'RONI

PUBLIK terus digiring untuk mempercayai bahaya radikalisme. Namun di sisi lain, masyarakat tidak diberi pemahaman tentang batasan-batasan radikalisme.

Opini tentang radikalisme sebenarnya jauh panggang dari api. Permasalahan riil masyarakat adalah ekonomi bukan radikalisme. Berkali-kali survei menyatakan bahwa faktor ekonomi lah yang saat ini sedang ditunggu perbaikannya.

Masyarakat tidak memperdulikan ancaman radikalisme karena merasa bahwa radikalisme bukan ancaman bagi kehidupannya. Publik cenderung takut akan keberadaan masa depan ekonominya. Publik lebih menunggu gebrakan di bidang ekonomi.

Lebih baik seluruh potensi kekuatan pemerintah difokuskan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Jika narasinya ekonomi, diyakini masyarakat akan berbondong-bondong ikut berpartisipasi. Namun bila narasinya masih radikalisme rakyat akan kesulitan meresponsnya.

Bahkan jika opini radikalisme terus digeber, tapi di sisi lain batas-batas radikalisme belum terdefinisikan secara baik, dikhawatirkan akan memunculkan pemahaman yang keliru.

Masyarakat yang belum paham batasan radikalisme akhirnya bisa melakukan tindakan yang tidak tepat. Dampak terburuknya, bisa saja terjadi gesekan antar masyarakat yang saling mengklaim sebagai pemberantas radikalisme.

Hematnya, soal radikalisme tidak perlu diopinikan secara berlebihan. Lebih tepat segera dilakukan tindakan hukum terhadap pihak-pihak yang menurut aparat hukum diduga sebagai pelaku radikalisme. Gerakan senyap dalam koridor hukum lebih menguntungkan dibanding tindakan kampanye gaduh yang bisa memperkeruh suasana.

Terkait tim terpadu penanganan konflik sosial dan bahaya radikalisme yang akan dibentuk pemerintah sebaiknya dibatalkan saja. Keberadaanya hanya akan memperkeruh suasana. Saat ini lebih tepat membentuk tim untuk mempersatukan anak bangsa.

Pilpres 2019 memunculkan dampak keterbelahan rakyat. Tapi kenyataannya, aktor-aktor politik yang berkompetisi sudah melakukan rekonsiliasi.

Namun sayangnya rekonsiliasi belum terjadi di level para pendukung. Inilah pekerjaan besar yang harus diselesaikan pemerintah dan para elit politik, yaitu menyatukan anak bangsa dan kemudian memakmurkan kehidupan ekonomi rakyat.

Penulis adalah Ketua Presidium PRIMA (Perhimpunan Masyarakat Madani)

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

Helikopter Rombongan Presiden Iran Jatuh

Senin, 20 Mei 2024 | 00:06

Tak Dapat Dukungan Kiai, Ketua MUI Salatiga Mundur dari Penjaringan Pilwalkot PDIP

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:47

Hanya Raih 27 Persen Suara, Prabowo-Gibran Tak Kalah KO di Aceh

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:25

Bangun Digital Entrepreneurship Butuh Pengetahuan, Strategi, dan Konsistensi

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:07

Khairunnisa: Akbar Tandjung Guru Aktivis Semua Angkatan

Minggu, 19 Mei 2024 | 22:56

MUI Jakarta Kecam Pencatutan Nama Ulama demi Kepentingan Bisnis

Minggu, 19 Mei 2024 | 22:42

Jelang Idul Adha, Waspadai Penyakit Menular Hewan Ternak

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:57

KPU KBB Berharap Dana Hibah Pilkada Segera Cair

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:39

Amanah Ajak Anak Muda Aceh Kembangkan Kreasi Teknologi

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:33

Sudirman Said Maju Pilkada Jakarta, Ini Respons Anies

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:17

Selengkapnya