Berita

Syaiful Bakhri/RMOL

Politik

Pihak Penolak RKUHP Terpapar Watak Kolonial

JUMAT, 04 OKTOBER 2019 | 07:13 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Pihak yang menolak Rancangan Undang-Undang KUHP (RKUHP) dianggap senang terhadap watak kolonial yang tidak berlandaskan agama dan Pancasila.

Hal itu disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri di acara diskusi di Kantor Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Jalan Warung Jati Timur Raya No. 7 Jakarta Selatan dengan tema "Quo Vadis Demokrasi dan Penegakkan Hukum Indonesia" pada Kamis (3/10).

Menurut Syaiful, gemuruh yang terjadi di akhir masa bakti DPR RI kemarin yang menyebabkan tertundanya RKUHP merupakan banyaknya isu yang dinilai prosesnya tidak benar.

"Padahal prosesnya 40 tahun lalu, terlalu lama, ini (katanya) tidak akuntabel karena tidak melibatkan masyarakat, padahal (RKUHP) juga sudah melibatkan kampus-kampus," ucap Syaiful Bakhri.

Padahal kata Syaiful, para pakar telah bersepakat dan setuju terhadap RKUHP. Namun, banyak pihak yang menuding beberapa pasal yang ada di RKUHP telah melanggar HAM. Misalnya pasal kesusilaan, perzinahan dan lain-lain.

Di dalam KUHP yang kolonial tersebut kata Syaiful sebenarnya sudah diatur terkait perzinahan. Namun, perzinahan dalam KUHP tersebut tidak menjadikan sesuatu di anggap berzinah ketika pasangan yang belum nikah atau suka sama suka.

"Nah ini menjadi isu di dalam salah satu (yang) menolak ini, padahal dalam Islam kan dalam agama apapun itu kan status harus dilegalkan berdasarkan agama maupun catatan oleh negara atau catatan sipil," jelasnya.

Sehingga kata Syaiful, argumentasi para pihak yang menolak RKUHP tidak kuat. Bahkan tambah Syaiful, KUHP buatan kolonial tersebut tidak ada pikiran filosofis Pancasila, pandangan keagamaan dan sangat individualisme sesuatu dengan asal usul negara kolonial.

"Karena itulah ciri khas dari kalau yang tidak setuju terhadap RUU KUHP jadi KUHP berarti mereka bukan berdasarkan kepada agama, bukan berdasarkan pada Pancasila dan senang kepada watak kolonial," pungkasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya