PARLEMEN diambil dari kata “le Parle†yang mempunyai makna “bicaraâ€. Jadi, jangan heran apabila orang-orang yang duduk di kursi parlemen adalah orang-orang yang “suka†berbicara di depan publik, karena memang tugas-tugasnya adalah kritis atau sebagai penyambung lidah rakyat kepada negara.
Dalam sidang yang diadakan oleh parlemen maka akan tersuguhkan pertanyaan-pertanyaan kritis (bahkan cenderung menghakimi) yang muncul dari anggota parlemen. Mereka bebas berbicara atas nama kehendak rakyat.
Apabila ada kebijakan pemerintah yang oleh rakyat dianggap tidak sesuai dengan semestinya, maka parlemen akan memanggil pimpinannya untuk dimintai keterangan. Parlemen akan melakukan tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu sebelum memberikan rekomendasi-rekomendasi yang wajib dijalankan oleh institusi tersebut.
Untuk menunjang kinerjanya, parlemen dilengkapi dengan berbagai perangkat, yakni adanya pembagian komisi-komisi, masing-masing komisi mempunyai tugas pengawasan yang berbeda sesuai dengan tugas pokok wilayah pengawasannya, misalnya komisi bidang politik dan hukum akan fokus kepada permasalahan politik atau hukum yang menjadi pembicaraan di Indonesia.
Adanya pembagian di masing-masing komisi diharapkan bisa mengontrol kinerja pemerintah (eksekutif), sehingga dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah tidak berlaku sewenang-wenang. Dalam model pemisahan kekuasaan (separate of power) yang dianut oleh Indonesia fungsi masing-masing komisi sangat diharapkan karena bisa mewujudkan fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh ahlinya, sehingga memunculkan kritik yang transformatif, kritik yang membangun.
Sebagai orang yang kerjaannya selalu bicara, anggota parlemen diberikan hak khusus oleh undang-undang yakni hak imunitas. Dengan melekatnya hak tersebut, seorang anggota parlemen tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, atau pendapat yang dikemukakannya yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas parlemen.
Hak imunitas terhadap anggota parlemen diterapkan di banyak negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi. Di Indonesia sendiri hak imunitas bagi anggota parlemen itu diatur di Undang Undang 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Menyerap Aspirasi Rakyat
Hak imunitas dibutuhkan oleh anggota parlemen supaya mereka bisa bebas dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bebas dalam mengutarakan ide dan kritiknya kepada pemerintah karena mereka adalah perwakilan dari rakyat. Dalam sistem demokrasi perwakilan yang diterapkan di Indonesia, keberadaan parlemen sangat diperlukan karena sebagai wadah untuk menerima dan mengelola aspirasi rakyat yang diwakilinya.
Apabila ada masyarakat yang ingin mengutarakan kegelisahannya terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa tidak berpihak kepada mereka, maka bisa diadukan kepada anggota parlemen. Jadi, tidak ada yang aneh ketika ada sebagian masyarakat yang melakukan unjuk rasa di depan gedung anggota parlemen. Hal itu dilaksanakan supaya anggota parlemen bisa menindaklanjuti aspirasi rakyat tersebut.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh anggota parlemen dalam menyerap aspirasi rakyat, salah satunya menggunakan hak yang diberikan oleh parlemen yakni hak interpelasi. Hak ini digunakan untuk meminta keterangan pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat atau hal-hal lain yang mempengaruhi hajat orang banyak.
Kebijakan di atas merupakan salah satu bentuk dari fungsi kontrol yang dilakukan oleh parlemen terhadap pemerintah. Hal itu dilakukan supaya prinsip check and balance terlaksana di negara indonesia. Sebaliknya, prinsip check and balance itu tidak akan terlaksana dengan baik, apabila organ-organ pendukungnya juga belum bisa menata dirinya dengan baik. Partai Politik (Parpol) merupakan salah satu organ penting dalam mewujudkannya.
Parpol merupakan institusi yang menyumbang banyak individu-individu yang nantinya duduk di Parlemen. Apabila sistem pengkaderan parpol berjalan dengan semestinya maka secara otomatis akan melahirkan kader-kader yang militan, cerdas dan idealis. Sehingga potensi untuk menjaga amanah yang diberikan rakyat akan besar.
Hakikatnya, parpol merupakan organisasi yang menjadi wadah para individu yang mempunyai visi dan misi yang sama. Kemudian melalui demokrasi mereka bersama-sama memperbanyak kadernya untuk duduk di parlemen. Hal ini dilakukan supaya kepentingan masyarakat yang dititipkan melalui partai bisa diwujudkan secara efektif dan melalui jalur-jalur legal.
Fungsi yang diberikan kepada kader parpol di parlemen bukan hanya sebagai fungsi kontrol saja, melainkan juga fungsi legislatif, membuat produk hukum yang mengayomi masyarakat dan juga fungsi anggaran, menyetujui anggaran yang bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Dengan kewenangan yang dimilikinya itu memudahkan mereka untuk benar-benar mengakomodir kepentingan konstituennya
Anggota Parlemen Ikut Aksi
Sudah dijelaskan terlebih dahulu di atas, bahwa tugas anggota parlemen itu menyuarakan aspirasi rakyat kepada pemerintah melalui gedung parlemen. Apabila ada demonstran yang terus teriak mengenai hak-haknya yang dilupakan maka, anggota parlemen bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Jadi, tidak etis ketika ada anggota parlemen ikut-ikutan demonstrasi di jalanan bersama rakyat, karena mereka sudah diberikan ruangan tersendiri komplit dengan alat pendukungnya. Asisten Ahli, Staf Ahli, Tenaga Ahli, perangkat elektronik, kursi yang empuk dan akomodasi berupa gaji dan tunjangan oleh negara. Apabila anggota parlemen tetap turun ke jalan bersama rakyat, hal itu memberikan kesan kepada mereka sendiri yang tidak bisa memanfaatkan fasilitas yang diberikan negara kepadanya.
Secara adminitrasi negara, seorang anggota parlemen yang ikut turun melakukan aksi sama saja mereka mendemo dirinya sendiri yang tidak bisa bekerja secara maksimal. Perlu diketahui, orang-orang yang duduk di parlemen adalah pejabat pemerintahan yang tugas dan kewajibannya adalah mengabdi kepada masyarakat melalui jalur pemerintahan.
Pada aksi damai tanggal 4 November 2016, banyak anggota parlemen (DPR dan DPD) yang terlibat aksi dengan masyarakat. Hal itu telah menunjukan dirinya tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota parlemen atau malah mereka belum bisa membedakan antara parlemen di Senayan dengan parlemen Jalanan. Jika memang kehendak mereka turun aksi kejalan maka, lebih baik mereka mengundurkan diri dari kursi parlemen, karena masih banyak pengganti yang lebih baik daripada mereka. Peristiwa tersebut bisa dijadikan pengalaman dan pembelajaran kepada anggota legislatif baru supaya tidak mengulangi “kesalahan†para seniornya.
Oleh: Muhtar Said
Penulis adalah Kordinator Pusat Kajian Kebijakan Publik (PKKP) Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)