Berita

Bambang Soesatyo dan Airlangga Hartarto/Net

Publika

Munas Golkar: Duel El Clasico Bambang Soesatyo Vs Airlangga Hartarto

SENIN, 22 JULI 2019 | 21:36 WIB

DIAWALI beredarnya Surat Dewan Pembina Partai Golkar Nomor K-21/ WANBIN/GOLKAR/ tanggal 25 Juni 2019 yang mendorong dilakukannya evaluasi terhadap Pileg 2019, seketika bursa calon Ketua Umum Partai Golkar pun marak pemberitaan. Ada sejumlah calon ketua umum yang maju menantang Ketua Umum Golkar saat ini, yaitu Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.

Sejumlah nama muncul di berbagai media atau dimunculkan. Mulai dari Ketua Barisan Ulama Partai Golkar, Ali Yahya, anggota DPR Marlida Erwati, Zainuddin Amali, Indra Bambang Utoyo, dan lain-lain. Namun saat ini nama Bambang Soesatyo (Ketua DPR-RI) yang dianggap paling potensial menjadi kompetitor memperebutkan Golkar-1 di Munas 2019 menghadapi petahana.

Bambang Soesatyo dan Airlangga Hartarto sama-sama mempunyai integritas dan rekam jejak terbaik sebagai kader Golkar saat ini (prestasi, dedikasi, loyalitas, tidak tercela).


Opsi Voting

Partai Golkar tidak punya bakat jadi oposisi. Oleh karena itu, pemilihan atau pergantian ketua umumnya tidak akan berujung pada perubahan arah koalisi pemerintah. Opsi voting (bukan aklamasi) diprediksi berpotensi bakal terwujud di Munas 2019. Penyataaan Presiden Jokowi bahwa Munas Golkar 2019 adalah urusan internal partai Golkar memperkuat asumsi ini.

Jika benar bahwa Jokowi di periode keduanya nanti tidak punya beban, maka bisa disimpulkan bahwa "restu istana" bukan menjurus ke masalah figur, tetapi lebih ke soal pelaksanaan dan mekanisme gelaran Munas 2019 agar tidak terjadi kegaduhan. Opsi voting memperkecil biaya kegaduhan yang mungkin terjadi di tubuh partai berlogo pohon beringin ini.

Mekanisme voting juga memperkuat stamina Bambang Soesatyo menghadapi Airlangga Hartarto yang menggantikan Setya Novanto 13 Desember 2017 melalui rapat pleno. Saat itu, Munaslub digelar dengan keputusan penetapan (bukan pemilihan) Airlangga Hartarto sebagai ketum Golkar sampai 2019 secara aklamasi dengan opsi  perpanjangan melalui Rapimnas.

Jika terjadi voting dalam Munas Golkar 2019 nanti, Bambang Soesatyo dan Airlangga Hartarto sebenarnya punya peluang yang sama menjadi juara. Namun, opsi voting memungkinkan pemilik suara sah Golkar memberikan ruang dan kesempatan kepada Bambang Soesatyo untuk terpilih sebagai ketua umum yang baru, terlepas dari wacana apakah Airlangga Hartarto akan tetap menduduki pos menteri di kabinet periode kedua Jokowi.

Pemilih Milenial

Walaupun pemilihan ketum Golkar di Munas adalah domainnya pemilik hak suara (DPD1/DPD2), namun preferensi terhadap parpol tetap berada di ranah publik. Selalu ada korelasi positif antara likeability voters terhadap ketum Parpol dengan elektabilitas partai yang dipimpinnya. Demokrasi dan pemilihan langsung bersumber dari akseptabilitas publik terhadap ketua umumnya dan berpengaruh bagi perolehan suara partai itu ke depan. Jika elektabilitas ketum lebih rendah dari elektabilitas partainya, maka agresivitas partai tersebut juga bisa terbebani.

Faktor penting bagi Golkar ke depan adalah bagaimana bisa meningkatkan jumlah suara pemilihnya. Bisa dilihat bahwa suara Golkar semakin berkurang dari pemilu ke pemilu. Posisi Golkar bertahan di tiga besar pemilu legislatif lebih karena loyalitas pemilih tradisionalnya. Bisa dibilang Golkar mampu mempertahankan pemilih tradisionalnya, tetapi tidak mampu menambah pemilih baru. Padahal secara alamiah pemilih tradisional Golkar semakin berkurang.

Pemilih baru (milenial) sangat besar potensinya di Pemilu 2024. Kalau dilihat dari sisi penampilan (performance), Bambang Soesatyo terlihat unggul dari Airlangga Hartarto di mata milenial. Tetapi keberpihakan kepada kaum milenial tentu harus serta merta diartikulasikan dalam wujud nyata. Evaluasi Pileg 2019, seyogianya dilakukan dengan fokus kepada penjabaran visi-misi dan strategi dari calon ketua umum Golkat terkait target bagaimana meraih suara pemilih baru di masa mendatang.

Terpenting pelaksanaan Munas 2019 tidak lagi menimbulkan perpecahan dengan munculnya partai baru seperti yang sudah-sudah. Karena jika Golkar dari dulu solid dan tokohnya tidak membuat partai baru, diyakini Golkar akan seperti partai Kuomintang di Taiwan. Tetap kokoh dan besar sejak awal berdirinya, dan berkuasa sampai sekarang.

Igor Dirgantara
Director Survey and Polling Indonesia (SPIN)

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya