Berita

Muslim Uighur di Xinjiang/Net

Muhammad Najib

Negara-negara Muslim Terbelah Dalam Menyikapi Muslim Uighur

JUMAT, 19 JULI 2019 | 15:32 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

DALAM masalah internasional khususnya yang terkait dengan isu Hak Asasi Manusia (HAM), negara-negara di dunia pada umumnya menyikapinya dengan menggunakan tiga kriteria.

Pertama, isu dipandang sebagai murni sebagai persoalan kemanusiaan, yang menggugah nurani setiap insan sehingga menggerakkannya untuk menolong atau membelanya, bila ada hak-hak dasar manusia yang dilanggar, seperti hak untuk hidup, hak untuk memperoleh rasa aman, hak untuk beribadah, dan hak-hak mendasar lainnya sebagaimana dirinci dalam 30 artikel pada Universal Declaration of Human Rights yang dijadikan pegangan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa  (PBB).

Kedua, kondisi setiap negara terkait berbagai kebijakan di dalam negeri yang diambilnya. Negara-negara yang banyak melanggar HAM tentu akan sulit sekali untuk menyikapi pelanggaran HAM di negara lain.


Ketiga, implikasi sikap terhadap negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral. Sikap terhadap isu kemanusiaan bisa saja berimplikasi baik langsung maupun tidak langsung sebagai bentuk balasan, terhadap kebijakan ekonomi, politik, maupun militer. Mengingat tidak jarang isu HAM dimainkan oleh suatu negara atau sejumlah negara untuk mendapatkan konsesi ekonomi maupun politik.

Akumulasi dari tiga variabel inilah pada umumnya sebuah negara menyikapi isu terkait HAM yang muncul di suatu negara. Meskipun seringkali terjadi antara sebuah negara dengan negara lain berbeda dalam menempatkan variabel mana yang dominan.

Isu pelanggaran HAM terhadap suku minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, China sudah lama muncul. Sampai saat ini masih terus menyita perhatian masyarakat internasional.

Kini isu pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim Uighur memasuki babak baru, dengan munculnya surat yang dilayangankan oleh 22 perwakilan negara di PBB, yang isinya berupa kecaman terhadap berbagai kebijakan yang dituduh telah melanggar HAM terhadap minoritas Muslim Uighur. Diantara negara yang terdaftar sebagai penandatangan antara lain: Inggris, Perancis, Australia, Kanada, Perancis dan Jepang,

Duta besar 37 negara di PBB kemudian mengirimkan surat tandingan, yang ditujukan kepada Dewan HAM PBB dan Komisioner Tinggi HAM Michelle Bachelet, yang isinya membela Beijing. Termasuk dalam daftar negara-negara yang mendukung ini antara lain: Saudi Arabia, Suriah, Pakistan, Oman, Kuwait, Qatar, UAE dan Bahrain.

Meskipun para pejuang HAM di Amerika sangat aktif dan galak terkait isu HAM yang menimpa minoritas Muslim Uighur, ternyata Amerika tidak termasuk di dalam daftar salah satu group.

Dengan kata lain, Pemerintah Amerika tidak mengambil sikap dalam masalah ini. Boleh jadi hal ini disebabkan karena pemerintah Amerika sendiri, bersikap rasis terhadap minoritas Muslim di negrinya sendiri. Atau bukan mustahil Amerika justru sebagai motor utama yang menggerakkan isu ini, sebagai senjata untuk memojokkan China, mengingat perang dagang dan perang ekonomi antara dua negara ini membuat Washington kedodoran.

Dengan kata lain Amerika menghindarkan diri untuk muncul ke permukaan, saat menggunakan tangan negara-negara lain untuk memainkan isu ini.

Sejauh ini, pemerintah China meresponnya dengan membuka diri, dan mengundang tokoh-tokoh peduli HAM, tokoh-tokoh Muslim, dan wartawan dari seluruh dunia, untuk melihat dari dekat dan bertemu langsung dengan tokih-tokoh Muslim Uighur di Xinjiang.  

Tokoh-tokoh politik, tokoh agama, dan para ilmuwan independen Indonesia termasuk yang mendapat kesempatan untuk mengunjungi Xinjiang. Sampai saat ini, komentar mereka beragam. Meskipun pada umumnya puas, akan tetapi masih menyisakan ganjalan, khususnya terkait dengan kebebasan menjalankan ibadah dan masalah identitas budaya mereka yang sangat diwarnai oleh nilai-nilai Islam.

Pemerintah di Beijing tentu mencatat semua komentar dan kritik yang diberikan, baik yang disampaikan langsung saat kunjungan, maupun kritik yang disampaikan ke media massa di tanah air setelah kembali. Semua komentar dan kritik ini seyogyanya dipandang dengan kaca mata positif, lalu digunakan untuk perbaikan ke depan.

Pemerintah Indonesia khususnya perwakilannya yang berada di PBB, memang harus berhati-hati, mengingat setiap negara tentu mempertimbangkan kepentingan politik dan ekonominya dalam menyikapi masalah ini, disamping mempertimbangkan aspirasi masyarakatnya di dalam negri. Jika keliru bukan saja kita akan terperangkap terhadap kepentingan negara lain, akan tetapi bisa menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan dari masyarakat kita sendiri.

Penulis dalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya