Berita

Fahira Idris/Net

Politik

Fahira: Pertimbangan Jokowi Beri Grasi Neil Bantleman Apa?

MINGGU, 14 JULI 2019 | 13:58 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Kebijakan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Neil Bantleman kontraproduktif terhadap upaya perlindungan anak.

Pasalnya, warga negara Kanada tersebut merupakan terpidana kasus pelecehan seksual anak yang divonis 11 tahun oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2016 lalu.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Fahira Idris menyebut ketegasan negara menjadi hambar akibat kebijakan tersebut. Padahal kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa setara dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan korupsi.


Dia pun mempertanyakan alasan objektif dan rasional hingga grasi ini diterbitkan oleh Presiden Jokowi. Bagi Fahira, Presiden harus menjelaskan kepada publik secara komprehensif kenapa terpidana kasus pelecehan seksual anak berhak mendapat grasi dan sekarang bebas.

"Memang ini hak presiden. Tapi publik berhak tahu pertimbangannya pemberian grasi ini apa. Bagi saya pemberian grasi ini kontraproduktif terhadap upaya bangsa ini memerangi kekerasan seksual terhadap anak yang kini sudah masuk kategori sebagai kejahatan luar biasa," ujar Fahira dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/7).

Pemberian grasi ini, lanjut Fahira, akan menjadi preseden tidak baik karena dikhawatirkan langkah ini (pengajuan grasi) bakal diikuti oleh terpidana-terpidana pelaku kekerasan seksual terhadap anak lainnya di Indonesia.

"Bagaimana jika ada terpidana pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang lainnya berbondong-bondong mengajukan grasi? Saya khawatir muncul persepsi, jika yang 11 tahun saja dapat grasi kenapa yang lain tidak. Ini kan preseden tidak baik," ujar Senator Jakarta itu.

Sesuai konstitusi, sambungnya, walau pemberian grasi merupakan kewenangan presiden, tetapi dalam prosesnya harus memperhatikan pertimbangan MA atau DPR.

Oleh karena itu, publik berhak tahu pertimbangan seperti apa dan kondisi apa yang melandasi seorang terpidana kasus pelecehan seksual terhadap anak yang divonis 11 tahun berhak mendapat grasi dan bebas.

"Karena jika pertimbangannya tidak kuat maka sama saja negara menganggap kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan biasa, dan ini mengingkari komitmen kita melawan segala bentuk kekerasan terhadap anak" pungkas Fahira.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya