Berita

Pansel Capim KPK/Humas BNPT

Pertahanan

Kriteria Pimpinan KPK Versi BNPT, Moderat Dan Tak Suka Kafir-Kafirkan Orang

SELASA, 02 JULI 2019 | 18:07 WIB | LAPORAN:

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 mendatang diharapkan  memiliki wawasan kebangsaan yang cukup.

Begitu dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen  Suhardi Alius usai menerima Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK yang dipimpin Yenti Garnasih.

Kedatangan Pansel Capim KPK ini bertujuan untuk membicarakan upaya pencegahan sekaligus meminta bantuan profiling BNPT terhadap para kandidat dalam proses seleksi capim  KPK yang kemungkinan terindikasi berpaham radikal.

"Tentunya terhadap pimpinan KPK periode mendatang kami ingin menghasilkan pimpinan yang betul-betul clear, moderat, memiliki akhlakul karimah dan betul-betul punya wawasan kebangsaan yang cukup dalam menjaga NKRI ini," ujar Suhardi Alius dalam jumpa persnya, Senin (1/7) petang.

Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan bahwa proses seleksi capim KPK untuk menilai kandidat yang berkemungkinan terpapar paham radikalisme akan dilakukan BNPT sesuai prosedur yang ada dan bersifat rahasia.

"Kami ingin membantu dari sisi moderasi, karena mempertahankan Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman inikan tidak mudah. Nah di sinilah kita membantu untuk memetakan para capim KPK yang sudah mendaftar tersebut.  Mekanismenya seperti apa, itu rahasia dapur," ucap mantan Kabareskrim Polri ini.

Yang pasti menurutnya, BNPT akan melakukan pemetaan terhadap para capim KPK yang sudah mendaftar. Selanjutnya data tersebut bisa digunakan oleh Pansel Capim KPK untuk membandingkan dengan data yang didapat dari instansi lainnya.

"Metode dan parameternya ada pada kita sebagaimana yang lazim sudah kita laksanakan terhadap Kementerian-kementerian yang lain,” tutur alumni Akpol tahun 1985 ini.

Kepala BNPT memaparkan, dalam rapat bersama dengan Pansel Capim KPK juga dijelaskan mengenai beberapa poin terkait radikal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan seleksi tersebut. Karena makna radikal itu ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.

"Dari kami yang dimaksud radikal itu adalah radikal yang berperspektif negatif, yakni masalah intoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI dan penyebaran paham takfiri atau suka mengkafir-kafirkan orang. Itu yang kita sosialisasikan dan kembangkan di BNPT untuk memetakan difinisi radikal itu," terang mantan Kapolda Jawa Barat ini

Sebelumnya, BNPT juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI guna mengantisipasi dan menanggulangi penyebaran paham radikalisme di Perguruan Tinggi.

"Jadi kita ingin bukan hanya untuk capim KPK saja, tapi kami juga menginginkan semua lini agar bisa ikut memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi dari NKRI ini,” ujar mantan Wakapolda Metro Jaya ini.

Sejauh ini sudah ada sebanyak 93 kandidat yang mendaftar capim KPK. Mereka berasal dengan berbagai latar belakang seperti advokat, Polri, PNS, pensiunan jaksa, dosen dan lainnya.

Masih kesempatan yang sama, Yenti mengatakan bahwa kerjasama dengan BNPT ini sesuai permintaan Presiden Joko Widodo saat memanggil para anggota pansel ke Istana, beberapa waktu lalu.

"Ini untuk mengantisipasi atau melihat dan membaca situasi yang ada pada dinamika di Indonesia karena sejak awal pansel berkepentingan calonnya tidak terindikasi paham radikal," kata Yenti.

Nantinya setelah pansel ini menerima semua nama-nama pendaftar, selanjutnya seluruh data tersebut dikirim ke sejumlah lembaga yang sudah dimintai kerjasama sebelumnya oleh pansel, termasuk ke BNPT.

"Pada intinya kriteria itu yang menentukan kami. Selanjutnya kami mengirimkan nama-nama ke BIN, ke KPK, Kapolri, ke Kejaksaan agar dicek apakah ada di polisi yang terindikasi tersangka, di kejaksaan ada yang sedang dituntut, dan sebagainya," paparnya. 

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya