Berita

Gedung Mahkamah Konstitusi/Net

Publika

MK, Sosial Media Dan Etalase Demokrasi

MINGGU, 23 JUNI 2019 | 03:59 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

PERDEBATAN itu menghangat. Perbantahan terjadi. Argumen saling berbalas. Bahkan ditayangkan live. Durasi panjang tampak tidak menjadi masalah.

Keriuhan penyikapan hasil pemilu terjadi. Masing-masing pihak memperkuat bukti dan kesaksian. Para ahli dipertemukan, dalam situasi yang saling bertentangan.

Diskusi di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK) itu, menimbulkan ketertarikan publik untuk memahaminya. Mungkinkah terjadi keputusan yang berbeda? Mampukah tim kuasa hukum para pihak, memastikan kemenangan?


Tidak ada yang bisa membangun proyeksi secara presisi. Dengan begitu, kunci kotak misteri terletak di tangan jajaran majelis hakim konstitusi. Melelahkan, terlebih bagi para masing-masing kubu pendukung.

Seolah terbangun hubungan aksi reaksi. Profesor versus profesor. Ahli Hukum berhadapan dengan Ahli Hukum. Tim IT berbalas Tim IT. Informasi berlimpah, dan setiap pihak berupaya mendominasi kebenaran, guna meyakinkan para pengadil.

Panggung Drama

Penyelesaian perselisihan hasil pemilu melalui kuasa MK, dalam ilmu komunikasi tidak hanya terkait dengan konsep dramaturgi para elite yang memainkan peran di panggung depan (front stage), dan hal itu bisa berbeda dengan apa yang terjadi di panggung belakang (backstage).

Di sisi lain, ada proses dramatisasi. Para pelaku politik menjadi aktor, bertindak sesuai script, melakonkan diri berdasarkan plot, meningkatkan tensi menuju fase final. Kisah di akhir drama, bisa menjadi sad ending ataupun happy ending. Ketegangan meningkat.

Di banyak media mainstream, para pencari keadilan yang bersidang seakan bertikai tanpa muara. Para saksi diwawancarai, beberapa diantaranya dengan intonasi meninggi. Dalam makna peyoratif, kesaksian seolah menjadi pesakitan. Dikuliti di luar substansi.

Pada kajian komunikasi, paparan media memberi dampak disonansi kognitif. Tidak dapat dipungkiri, barisan pendukung masing-masing kubu yang berseteru, semakin menguatkan pandangan serta persepsinya. Penebalan ketidaksukaan akan pihak lain terjadi. Tembok pemisah menjadi lebih tinggi.

Tetapi itulah konsekuensi yang dihadapi. Penuntasan yang adil diharapkan hadir melalui perantara majelis hakim. Pertanyaannya, mampukah keadilan diterima secara terbuka oleh semua pihak? Di sini letak kemampuan pengelolaan serta kematangan politik.

Politik dapat dimaknai sebagai permainan kata-kata. Dalam dunia politik, seorang aktor politik dapat mati berkali-kali. Selain itu, politik juga menjadi medan perang tanpa senjata dan darah. Tetapi politik bisa pula berakhir dalam makna terburuk, menciptakan bibit kesumat.

Ruang Sosial Media

Kerangka opini publik dibentuk melalui penguatan pesan dari para pihak, baik melalui media mainstream maupun sosial media. Publik memiliki sudut pandang tersendiri, sebagai hasil dari interaksi informasi yang dikonsumsi.

Penentu akhirnya tetap di tangan dan palu hakim konstitusi. Sidang MK itu mekanisme persidangan cepat (speedy trial). Tentu harapan publik, proses yang cepat diiringi dengan cermat dan tepat dalam keputusannya, secara komprehensif serta final mengikat, juga tidak meluputkan hal-hal yang bersifat mendasar.

Fakta dan bukti, serta kesaksian adalah ukuran yang dipergunakan untuk menimbang kasus. Dengan demikian, opini publik melalui media massa ataupun media sosial, menjadi isi kognisi publik. Problemnya, model distribusi informasi di media sosial yang interaktif dan horizontal, mengakibatkan penguatan pembentukan opini yang diyakini benar secara relatif.

Ilmu komunikasi menempatkan dua hal penting dalam pola paparan informasi, yakni kultivasi dan irreversible. Bahwa dalam durasi yang berkelanjutan, tidak hanya pada momen persidangan di MK, tetapi konflik Pemilu telah dimulai bahkan sejak penentuan calon dan seolah tidak berkesudahan.

Pada akhirnya, apa yang menjadi perbincangan maupun percakapan di ruang publik atas pertikaian politik tersebut, akan menumbuhkan serta membangun benteng persepsi publik (cultivation). Dan perlakukan komunikasi yang sedemikian, membutuhkan aspek rehabilitasi mendalam, tersebab karena makna pesan yang dikonsumsi dalam proses komunikasi, tidak dapat langsung ditarik maupun dikembalikan (irreversible).

Situasi asimetrik informasi karena seleksi dan sortir dilakukan berdasarkan nilai kebenaran yang diyakini, mengakibatkan kita kesulitan untuk melihat perspektif lain dari kebenaran yang berbeda. Bisa jadi sifatnya bumi hangus, saling menegasikan.

Di ranah sosial media, mekanisme bully terjadi melalui (#) hashtag pada kedua pihak. Penguatan sentimen dan tones di terjadi dunia maya, semakin melengkapi apa yang tampak dalam realitas media mainstream. Melalui persidangan perselisihan pemilu di MK, sesungguhnya kita melihat secara reflektif wajah demokrasi kita, sebagai etalase kepentingan.

Maka, siapapun pemimpin terpilih nantinya adalah pemimpin bagi seluruh warga negara, dan jelas memiliki tugas tidak mudah, untuk mengembalikan relasi sosial yang telah koyak tersebut.

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya