Berita

Muhammad Najib

Perpecahan Dunia Arab Dan Masa Depannya Yang Suram

MINGGU, 02 JUNI 2019 | 13:41 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

LIGA Arab dalam bahasa Arab disebut Jamiah Addual Alarabiah  (جامعة الدول العربية), atau boleh juga digunakan istilah lain  Alkhilafah Alarabiyah (الخلفة العربية). Akan tetapi yang kedua bukan terjemahan resmi dan tidak lazim digunakan.

Liga Arab beranggotakan 22 negara, yang secara geografis terbentang dari Maroko di Barat sampai Oman di Timur. Dalam istilah yang baku wilayah ini disebut Middle East and North Afrika disingkat MENA. Negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab mengadakan  KTT di Istana Al Safa di Makkah pada Kamis (30/5/2019) dengan tuan rumah Saudi Arabia.

KTT ini dimaksudkan oleh tuan rumah untuk mempersatukan bangsa Arab dalam menghadapi ancaman Iran. Sayang sekali pertemuan ini justru mempertegas perpecahan yang ada.

Sebelum membahas penyebab perpecahan yang tidak kunjung mereda, ada baiknya dipaparkan terlebih dahulu siapa yang dimaksud dengan bangsa Arab. Menurut Philip. K Hitti dalam bukunya: History of The Arabs, bangsa Arab tidak bisa dilepaskan dari Islam. Di atas fondasi Islam inilah bangsa Arab mengalami kemajuan peradaban gemilang yang masih bisa dirasakan sampai sekarang.

Bangsa Arab bukanlah bangsa yang homogen, bila merujuk pada bentuk tubuh atau warna kulitnya. Mereka sejatinya etnis atau suku yang berbeda-beda, kemudian terarabkan sejak lahir dan berkembangnya Islam. Kesamaan bahasa dan cita rasa seni serta budaya kemudian mempersatukan mereka. Itulah sebabnya meskipun mereka tidak beragama Islam, seperti yang banyak tinggal di Palestina, Lebanon, Suriah, Irak, dan Mesir, mereka merasa sebagai bagian dari bangsa Arab.

Diawali dari kota Madinah, bangsa Arab dengan spirit Islam kemudian membangun kekuasaan dan peradaban  di wilayah yang sangat luas yang kini dikenal dengan MENA. Bahkan ketika pusat kekuasaan berpindah ke Damaskus kemudian Bagdad, wilayah dan pengaruh kekuasaannya lebih luas lagi.

Sejak runtuhnya Bagdad, bangsa Arab terpecah-belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Perpecahan diperparah dengan masuknya penjajah Inggris, Perancis, dan Italia ke wilayah ini. Pasca Perang Dunia ke-2, ketika bangsa Arab mulai menikmati kemerdekaan, mereka berusaha untuk menyatukan diri melalui wadah Liga Arab.

Jika sebelumnya mereka terpecah karena perbedaan afiliasi kepada dua super power, yaitu Amerika dan Uni Soviet (Rusia), kini mereka terpecah dengan alasan yang beragam dan lebih kompleks.

Negara-negara seperti Saudi Arabia, Mesir, UEA, dan Bahrain memgelompok karena katakutannya terhadap gerakkan demokrasi yang melanda Timur Tengah. Sementara Irak, Suriah, dan Lebanon memgelompok karena memiliki kepentingan yang sama dengan Iran, yang melihat Israel sebagai ancaman. Kemudian negara-negara Arab di luar kelompok di atas, sedang berusaha dengan caranya masing-masing mengakomodasi spirit demokrasi.

Dalam kondisi seperti ini, Saudi Arabia berusaha untuk menggalang dukungan dan berharap seluruh negara Arab untuk memusuhi Iran. Tentu saja Irak, Suriah, dan Lebanon berteriak lantang menolaknya. Sementara mayoritas negara Arab berusaha untuk bersikap netral karena tidak memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap konflik Saudi Arabia dengan Iran.

Liga Arab sebagai wadah yang mempersatukan hanya mungkin terwujud, jika bangsa Arab menyadari keragaman mereka. Mereka harus membangun budaya toleran dan siap menerima perbedaan diantara mereka, khususnya terkait dengan kebijakan dalam negri masing-masing negara.

Dan yang kini paling mendesak adalah, menghentikan kebiasaan memggunakan senjata untuk menyelesaikan masalah, baik terkait dengan persoalan di dalam negri, maupun persoalan regional antar negara.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.


Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya