Berita

Joko Widodo/Net

Hersu Corner

Misteri Wajah Murung dan Tegang Jokowi

SABTU, 20 APRIL 2019 | 20:48 WIB | OLEH: HERSUBENO ARIEF

BANYAK yang bertanya-tanya, kalau benar Jokowi menang mengapa wajahnya terlihat murung, bahkan tegang.

Tidak ada semburat kegembiraan, apalagi eforia kemenangan. Wajah Jokowi bukan wajah seorang petarung yang baru saja berjaya. Padahal Pilpres 2019 merupakan kontestasi terkeras sepanjang era demokrasi pasca reformasi.

Ketika menyampaikan pidato mengomentari hasil quick count di Jakarta Theater Rabu (17/4) wajah Jokowi terlihat datar. Begitu juga para petinggi TKN lain yang berada di belakangnya.


Wajah Jokowi juga masih terlihat tegang hingga dua hari berselang. Media menayangkan wajah Jokowi yang membeku ketika akan menunuaikan salat Jumat (20/4) di Istana Bogor.

Misteri itu terjawab ketika kita mencermati hasil suara quick count per provinsi. Jokowi dinyatakan menang oleh lembaga survei, namun sesungguhnya dia kalah. Dia menang jumlah suara, namun kalah secara wilayah/provinsi.

Bila meminjam istilah yang berlaku dalam pilpres di AS, Jokowi menang secara popular vote. Tapi dia kalah electoral vote.

Beberapa lembaga survei menyebut jumlah provinsi Jokowi menderita kekalahan cukup bervariasi antara 18-21 provinsi. Charta Politika: Jokowi 16- Prabowo 18. Indo Barometer : Jokowi 15-Prabowo 19. Kedai Kopi: Jokowi 13-Prabowo 21.

Problem Legitimasi


Mencermati data quick count yang disajikan, Jokowi tampaknya sangat menyadari, walaupun dinyatakan menang, namun dia menghadapi problem yang sangat besar.

Sebuah sumber menyebutkan, Jusuf Kalla bahkan sampai harus meyakinkan Jokowi, “Yang penting Bapak kan sudah menang.” Ekspresi Jokowi tetap tak berubah.

Pertama, dia menyadari data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia sudah tak menghendakinya kembali menjadi presiden.

Berbagai survei sebelumnya menunjukkan pemilih yang menghendaki ganti presiden jauh lebih besar dibandingkan yang menginginkannya kembali menjadi presiden.

Sejumlah lembaga survei sampai beberapa pekan sebelum hari H menyatakan tingkat keterpilihan Jokowi di bawah 50 persen ( Litbang Kompas, Median). Dia tahu bila tanpa kecurangan, mobilisasi besar-besaran, maka dia akan kalah.

Kedua, hasil quick count itu sangat mengecewakan Jokowi karena selisih suaranya hanya berkisar antara 7-9 persen. Selama ini dia dininabobokan oleh lembaga survei dengan keunggulan di atas 25 persen.

Hasil itu sungguh sangat mengagetkan. Sudah kampanye habis-habisan selama lima tahun, mengerahkan habis-habisan aparat negara, menguras habis anggaran bansos dan CSR, namun hasilnya hanya seperti itu.

Ketiga, kemenangan Jokowi kurang dari separuh jumlah provinsi menunjukkan basis legitimasinya sangat lemah. Lebih dari separuh wilayah Indonesia tak menghendakinya kembali. Di Aceh dan Sumbar angkanya bahkan sangat kecil di bawah 20 persen.

Dia hanya menang di Jateng, Jatim di luar Madura, dan provinsi dengan mayoritas non muslim seperti Bali, NTT, Sulut, Maluku dll

Perolehan suara ini menjadi persoalan serius bila bicara masalah representasi. Indonesia bukan hanya Jateng, Jatim, sebagian wilayah Nusra, dan Indonesia Timur.

Persepsi yang terbentuk Jokowi hanya akan menjadi presiden untuk Jateng, Jatim dan wilayah mayoritas non muslim. Ini bisa berbahaya.

Keempat, menangnya Jokowi di Jateng dan Jatim memperkuat posisi tawar PDIP dan PKB/NU atas Jokowi. Sebab kedua wilayah itu merupakan basis kedua partai/ormas.

Dengan fakta-fakta itu seandainya, sekali lagi seandainya, dia tetap dinyatakan menang oleh KPU, maka dia akan menjadi presiden yang sangat lemah. Jauh lebih lemah dibandingkan saat ini.

Posisi tawarnya terhadap Megawati akan semakin lemah. Sebagai figur yang sangat populer pada Pilpres 2014 saja Jokowi diposisikan sebagai “petugas partai.” Apalagi saat ini ketika pesonanya sudah meredup.

PDIP berhak mengklaim bahwa posisi Jokowi bisa diselamatkan, hanya karena kuatnya mesin politik PDIP di Jateng, dan Jatim. Saham politik Jokowi sudah terdelusi.

Jokowi juga akan menjadi sandera politik PKB/NU, Golkar, bahkan Nasdem, karena ketiga partai itu bisa mengklaim memiliki saham besar atas kemenangan Jokowi.

Dia juga harus berkompromi dan memberi kompensasi yang setimpal terhadap kelompok-kelompok oligarki-pengusaha, elit politik, aparat keamanan, akademisi, lembaga survei dll-yang dengan susah payah mengerek dan mengamankan elektoralnya.

Sebagai presiden, pada periode kedua Jokowi pasti menginginkan posisi politiknya kian menguat. Dia ingin keluar dari bayang-bayang politik kelompok kepentingan yang selama ini mengendalikannya.

Sayang tidak semua skenario yang dia rancang berjalan mulus. Hasil Pilpres kali ini menunjukkan sebaliknya. Arus besar publik sudah menunjukkan secara nyaring dan jelas (loud and clear) tidak lagi menghendakinya sebagai presiden. Kalau tetap dipaksakan juga menjadi presiden, maka dia akan menjadi presiden terlemah sepanjang sejarah.

Penulis adalah Pemerhati Ruang Publik. Artikel ini khusus dikirim ke Kantor Berita Politik RMOL.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya