Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sri Hartoyo disebut mendapat Rp 500 juta dari proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Aliran duit itu dibongkar Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Lampung, Anggiat Simaremare di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Anggiat dihadirkan di sidang sebagai saksi untuk perkara Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) Budi Suharto, Direktur PT Wijaya Kusuma Emindo Lily Sundarsih Wahyudi, Direktur PT Tashida Perkasa Sejahtera (PT TSP) Yuliana Enganita Dibyo, dan Direktur PT TSP Irene Irma.
"Saya ada dapat (uang) dari kontraktor saya kasih (Sri Hartoyo) Yang Mulia. Lalu diterima Yang Mulia," kata Anggiat ketika menjawab pertanyaan hakim.
Awalnya, jaksa KPK menyinggung soal isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Anggiat mengenai pemberian uang kepada Sri Hartoyo. "Di BAP, ada pemberian kepada Dirjen Cipta Karya, Sri Hartoyo sebesar Rp 500 juta?" tanya jaksa KPK. "Benar," jawab Anggiat.
Jaksa lantas menanyakan apa alasan Anggiat memberikan uang kepada dirjen. "Uangnya untuk operasional," jawab Anggiat.
Ia menjelaskan banyak pekerÂjaan yang belum selesai tapi sudah diserahterimakan dari kontraktor.
Mendengarkan jawaban ini, ketua majelis hakim Rosmina menyela. Ia heran dengan makÂsud "uang operasional" yang disebutkan Anggiat.
Biasanya, uang operasional diberikan atasan kepada bawaÂhan. Bukan sebaliknya. "Kok ada biaya operasional, apa makÂsudnya?" ia meminta penjelasan kepada Anggiat.
Anggiat mengatakan "uang operasional" itu untuk di lapanÂgan. Sebab LSM sering datang ke lokasi proyek. "Waktu saya diberi uang oleh kontraktor, kami mengetahui di tempatkita ada sering didatangi LSM," ujarnya.
Jaksa terus mengorek pengakuan dari Anggiat. Pria yang menjadi tersangka kasus suap ini akhirnya mengakui. Uang yang diberikan ke dirjen berasal dari pemberian kontraktor. Ia menandaskan, saat diberi uang Sri Hartoyo tak menolak.
Selain itu, Anggiat juga memÂberikan Rp 200 juta kepada Direktur SPAM Agus Ahyar. Sama seperti Sri Hartoyo, ketika disodorkan duit yang asalnya dari kontraktor, Agus tidak menolak. "Saya bilang, ini saya dapat dari kontraktor, lalu saya berikan dan diterima," ujar Anggiat.
Anggiat mengaku menerima duit Rp 1,5 miliar dan 5 ribu dolar Amerika (USD) dari kontraktor PT WKE dan TSP.
Namun ia membantah uang itu sebagai commitment fee dari dua perusahaan itu untuk pengerjaÂkaan proyek SPAM di Lampung. "Saya menerima uang dari WKE dan TSP tapi bukan fee."
Anggiat menuturkan sempat menolak uang Rp500 juta dari Project Manager PT WKE. Sebab ia diberitahu sedang diaÂwasi KPK.
"Kita dapat info sedang dipantau KPKdari Pak Irjen PUPR. Mulai sekarang jangan terima tamu sama terima uang," ujar Anggiat.
Dalam perkara ini, Budi didakÂwa bersama-sama dengan Lily, Irene, Yuliana, menyuap empat pejabat pada Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR.
Empat orang itu ialah Anggiat, Meina Woro Kustinah selaku Pejabat Pembuat Komitmen SPAM Katulampa; Teuku Mochammad Naza selaku Kasatker SPAM Darurat dan Donny. Semuanya menjadi PPK proyek SPAM.
Suap yang diberikan Rp 4,13 miliar, USD 38 ribu setara Rp 539.980.000, dan 23 ribu dolar Singapura (SG) atatu sekitar Rp 241.479.290. Totalnya Rp 4,91 miliar.
Anggiat menerima Rp 1,35 miliar dan USD 5 ribu, Meina Rp 1,42 miliar dan SGD 23 ribu. Naza Rp 1,21 miliar dan USD 33 ribu. Adapun Donny hanya Rp 150 juta.
Suap diberikan agar keemÂpatnya tidak mempersulit penÂgawasan proyek yang dikerjaÂkan PT WKE dan PT Tashida Perkasa Sejahtera (TSP).