HARI-hari menjelang pencoblosan Selasa (9-4-2019), ternyata pertarungan antara Benjamin Netanyahu sebagai petahana melawan penantangnya Benny Gantz semakin seru dengan berbagai isu liar yang dimainkannya.
Munculnya tulisan seorang politisi sayap kanan Israel bernama Aryeh Eldad pada harian Maariv yang telah menimbulkan kegemparan, tidak bisa dilepaskan dari masalah ini. Tulisan ini dikutip dan dikomentari hampir oleh semua media penting internasional yang sedang mengikuti perkembangan politik Israel menjelang pemilu.
Dalam tulisannya, Eldad menyebutkan bahwa Israel berada di belakang penggulingan Presiden Muhammad Mursi pada tahun 2013. Padahal ia dipilih oleh rakyat Mesir melalui pemilu yang demokratis, setelah Arab Spring melanda negri Kinanah ini pada 2011.
Alasannya, karena Presiden Mursi yang berasal dan didukung Ikhwanul Muslimin (IM) ini, bermaksud membatalkan perjanjian Camp David yang ditandatangani oleh Perdana Mentri Menachem Begin dan Presiden Anwar Sadat, serta disaksikan Presiden Jimmy Carter tahun 1978. Perjanjian damai yang mengikat kedua negara ini, diikuti oleh sejumlah ketentuan yang harus dilaksanakan Mesir sebagai imbalan dikembalikannya Sinai. Ketentuan lain adalah kedua negara menjalin hubungan diplomatik, dan menyelesaikan masalah yang timbul diantara keduanya secara diplomatik (bukan militer). Selanjutnya tidak diperkenankan menempatkan pasukan dalam jumlah besar di Sinai.
Konsekwensi pembatalan perjanjian Camp David, disamping semua hal di atas tidak berlaku lagi, yang paling menakutkan Israel, tentu Mesir harus menutup kedutaan besarnya di Tel Aviv, begitu pula sebaliknya Israel harus menutup kedutaan besarnya di Kairo. Dengan kata lain putusnya hubungan diplomatik antara kedua negara. Padahal Israel maupun Amerika telah membayarnya dengan harga yang sangat mahal.
Walaupun tulisan Eldad jelas-jelas mempermalukan Mesir, khususnya Presiden Abdul Fatah al-Sisi yang kini menjabat Presiden, disebabkan perannya sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap jalannya kudeta, peluru ini tetap dilesatkan. Tampaknya semua konsekwensi akan dipikul oleh kubu petahana demi memenangkan kontestasi kali ini.
Walaupun Eldad tidak menyebutkan hubungannya dirinya dengan Netanyahu, dan bisa jadi sengaja menyembunyikannya, bahkan bukan mustahil ada deal politik tingkat tinggi diantara keduanya. Hal seperti ini lazim dilakukan oleh para politisi kawakan. Yang pasti tulisannya jelas sangat menguntungkan Netanyahu.
Mengapa demikian ? Pertama, saat peristiwa kudeta yang menjungkirkan Muhammad Mursi dari kursi Presiden Mesir Netanyahu sedang duduk sebagai Perdana Mentri Israel.
Kedua, Eldad sebagai politisi sayap kanan yang pernah menjadi anggota Knesset (Parlemen) sangat anti Palestina. Ia sempat aktif dan menjadi salah seorang pimpinan gerakkan bawah tanah organisasi militan Yahudi bernama Levi. Bagi Eldad, Palestina itu tidak ada. Ia pernah mengusulkan agar penduduk Tepi Barat diberi kwarganegaraan Yordania. Ia sangat mendukung kebijakan mendirikan pemukiman Yahudi di semua tempat. Semua ini tentu sejalan dengan apa yang dilakukan Netanyahu.
Ketiga, peta politik terakhir menunjukkan adanya pengutuban hanya ke arah dua kandidat, yaitu Netanyahu dan Gantz. Netanyahu didukung oleh kelompok Kanan, sementara Gantz didukung oleh kelompok Kiri dan Tengah. Menurut Reuters yang merujuk pada hasil jejak pendapat yang dibuat oleh Israel Democracy Institute, warga Israel yang berafiliasi pada kelompok Kanan diperkirakan sekitar 40 persen. Sedangkan yang berafiliasi pada kelompok Kiri sekitar 12 persen. Sementara yang berada di kelompok Tengah sekitar 26,5 persen. Gantz diuntungkan karena pada pemilu kali ini, kelompok Kiri tidak punya jago untuk menantang Netanyahu, sehingga suaranya dialihkan kepadanya.
Keempat, secara ideologis yang berkumpul pada kelompok Kanan adalah kelompok militan yang membangun ideologinya berbasiskan ras dan agama Yahudi. Kelompok ini sangat menentang berdirinya negara Palestina. Sementara di kelompok Kiri berkumpul mereka yang berfaham sekuler. Menurut kelompok yang mendominasi panggung politik Israel sejak berdirinya, bangsa Palestina perlu diberi wilayah agar tidak mengganggu negara Israel. Kelompok inilah yang memelopori perjanjian damai berbasis two states solution .
Kelima, selama Netanyahu menduduki kursi Perdana Mentri, ia secara konsisten dan sistematis membangun narasi "Israel sebagai Negara Yahudi, dan Israel hanya untuk orang Yahudi". Walau tidak dikatakan secara terbuka, akan tetapi berbagai kebijakannya terus melawan kesepakatan Two States Solution yang dibuat para pendahulunya. Dengan kata lain, ia secara konsisten bekerja untuk menggagalkan berdirinya negara Palestina.
Berdadarkan alasan-alasan di atas, maka tulisan yang dibuat Eldad jelas sangat menguntungkan Netanyahu. Akan tetapi, apakah tulisan ini yang bisa diibaratkan sebagai peluru simpanan, mampu membalikkan keadaan saat Netanyahu sebagai kandidat petahana terjepit akibat isu penggelapan dan penyuapan? Kita saksikan beberapa hari lagi.