Penasihat hukum mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh keberatan dengan rencana jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tiga saksi.
Keberatan disampaikan paÂda sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. "Izin majelis, apabila saksi-saksi tersebut tidak di bawah sumpah kami keberatan BAP dibacaÂkan," kata Heri Suherman.
Jaksa penuntut umum menÂgaku kesulitan menghadirkan tiga saksi di persidangan. Satu saksi diketahui sudah wafat, yakni Imam Muzakir. Dua saksi lainnya yakni Herry Laksomo selaku pelapor, dan seorang staf PT Woyla Raya Abadi.
"Saksi-saksi kita dari Palangkaraya, kita sudah koordinasi dengan Kejati tapi enggak bisa hadir juga. Salah satunya meÂmang menghindar, dari staf Woyla itu. Susah kita lacak," kata Jaksa Tambunan.
"Kepada dua saksi, kami suÂdah panggil tapi tidak ada kabar. Kalau boleh kami akan bacakan BAP-nya saja," mohon jaksa.
Ketua majelis hakim Kartim Haerudin menanyakan apakah para saksi di-BAP di bawah sumpah. Ia mengingatkan laÂgi ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Dalam acara pidana, saksi bisa dibaca BAP-nya jika yang bersangkutan sudah diperiksa di bawah sumpah. Jika tidak, maka tidak ada arti," jelas hakim.
Ia mengingatkan kepada jaksa agar berkoordinasi denÂgan penyidik. Jika merasa di kemudian hari bakal kesulitan menghadirkan saksi, jaksa bisa minta penyidik memeriksa saksi di bawah sumpah.
"Kekuatan (keterangan) sakÂsi ada pada sumpah. Apakah nanti keterangannya diakui atau dibantah, silakan. Tapi masih punya arti jika dibaca di sidang," ujar hakim.
Dengan alasan itu, majelis hakim menolak permohonan jaksa membacakan BAP saksi. Majelis kembali memutuskan menunda sidang.
"Kita jangan mandek, (sidang berikutnya) kita kasih kesemÂpatan kepada terdakwa untuk menghadirkan saksi merinÂgankan. Karena itu hak. Bisa dipakai atau tidak, itu hak terÂdakwa," putus hakim. Jaksa tak keberatan.
Puteh diseret ke meja hiÂjau karena dituduh menilap uang Herry Laksmono Rp 350 juta. Herry merupakan investor PT Woyla Raya Abadi milik Puteh. Perusahaan ini bergerak di bidang perkayuan di Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah.
Herry mengucurkan uang Rp 750 juta untuk mengurus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Ternyata hanya habis biaya Rp 400 juta.
"Sisanya sekitar Rp 350 juta tanpa hak dimiliki secara pribadi oleh terdakwa Abdullah Puteh, dan atas perbuatannya terdakwa merugikan saksi Herry," dakwa jaksa.
Menurut jaksa, perbuatan Puteh diancam pidana Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan ancaÂman pidana penjara maksimal 4 tahun.
Kasus ini buntut pelaporan Herry ke polisi. Puteh kemudian ditetapkan sebagai tersangka penggelapan. Berkas perkaraÂnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sejak Oktober 2018 perkara ini diadili di PN Jakarta Selatan. ***