Berita

Andi Arief/Net

Politik

Catatan Nezar Patria: AA Tetaplah Seorang Kawan

SELASA, 05 MARET 2019 | 09:15 WIB

SAYA tahu ini catatan yang percuma: Andi Arief ditangkap polisi dengan tuduhan memakai sabu, dan apapun komentar saya tentang sisi lain AA mungkin akan dilihat sebagai sebuah pembelaan. Tapi saya duga dia tak minta dibela. Saya percaya dia akan berani menghadapi risiko terburuk atas apa yang dilakukannya.

Saya ingin mengatakan agar kita bersikap lebih adil kepada seseorang yang sedang tersudut. Foto-foto penangkapannya menyebar dan viral di WA. Saya tak tega melihatnya. Tentu itu ada sebabnya mengapa gambar itu menjadi viral. AA adalah “penyerang utama” di kubu Prabowo. Berulangkali dia menembakkan isu yang bikin gempar. Dari soal kardus mahar sampai kontainer kotak suara. Dia dicaci dan juga dipuji. Para pembencinya menyebutkan dia “pemabuk penyebar hoaks”. Para pemujanya mengatakan dia “pengkritik pedas kekuasaan”. Tergantung di mana mereka berdiri, dan siapa yang mereka dukung.

Saya kira AA mungkin tak butuh label itu semua. Seorang kawan mengatakan dia punya urat politik yang kuat, dan akan bekerja sesuai misi politik yang diamanatkan kepadanya. Kalau saja kemarin Demokrat jadi merapat ke kubu Jokowi, maka dia akan berada di depan menjadi “kapal perusak” yang menyerang Prabowo. Dia akan menjadi sama bisingnya, seperti peluru yang pernah dia tembakkan ke kubu itu dengan “jenderal kardus”. Bagi AA, bermain politik sama halnya dengan pertandingan sofbol, olahraga kegemarannya.

Saya mengenalnya cukup lama, sejak kami menjadi mahasiswa di UGM dan bersama menggerakkan jaringan mahasiswa pro demokrasi di berbagai kota pada awal 1990an dan bersama masuk daftar aktivis gerakan mahasiswa yang diculik Tim Mawar pada 1998. Karena itu, meskipun kami berbeda pilihan, ikatan perkawanan masihlah cukup baik. Kami bersitegang dan mungkin akan tak bertegur sapa untuk beberapa saat karena berbeda jalan. Tapi segelas kopi dan kenangan yang sulit dipadamkan kadang menganyam apa yang koyak itu.

Sebagai kawan, AA adalah seorang kawan yang baik. Dia peduli dengan temannya yang kesulitan, dia bermurah hati memberikan sebagian gajinya kepada kawan yang sakit dan mendapat kemalangan. Tidak peduli haluannya apa, membenci atau memujanya. Ketika saya terjebak dalam gencatan senjata yang macet di pedalaman Aceh, saat TNI garang bertempur dengan GAM waktu itu, dia mengirim pesan pendek setelah melihat berita tentang itu di televisi: “Segera kembali ke Jakarta ya. Kamu jangan mati dulu”. Saya membacanya sambil tersenyum kecut.

Semasa mahasiswa di Yogyakarta, dia adalah salah satu “bintang” di kampus Fisipol. Sering menulis di koran lokal, terampil berdiskusi, dan garang di mimbar bebas demonstrasi. Kami bersama membangun satu organisasi aksi yang sangat populer pada masa itu di UGM, Komite Penegak Hak Politik Mahasiswa (Tegaklima) yang kemudian menjadi tulang punggung bagi pembangunan gerakan yang lebih besar dan serius, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID).

Ketika Peristiwa 27 Juli 1996 meletus (inilah pengantar ke eskalasi politik kejatuhan kediktatoran Orde Baru), dan SMID dituduh sebagai dalang kerusuhan itu dan dicap sebagai organisasi terlarang, AA tiba-tiba muncul di sebuah jumpa pers di Yogya, yang diorganisir diam-diam, dan setelah memberi pernyataan menggemparkan, dia kembali menghilang bersama kawan-kawannya. Jakarta murka karena pada saat jumpa pers itu AA merontokkan semua versi tuduhan Orba itu. Dia, saat itu Ketua Umum SMID, menjadi buruan nomor satu setelah Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawan PRD ditangkap.

Berbagai “hoax” muncul, bahwa anak-anak muda itu adalah titisan komunis, yang tentu saja ditanggapi masyarakat sebagai dagelan politik yang menggelikan. YB Mangunwijaya pernah menulis kolom di sebuah majalah saat tuduhan itu terlontar, dan dia mencontohkan bagaimana AA yang melakukan jumpa pers diam-diam itu dengan mengenakan baju sofbol dituduh aneh-aneh. “Bagaimana mungkin anak-anak muda berwajah mbois itu komunis?”, begitu kira-kira Romo Mangun menulis. AA sejak itu memimpin jaringan PRD bawah tanah. Dia sangat garang. Hidupnya 24 jam politik. Sampai semuanya berakhir di 1998.

Setelah 1998, banyak di antara mantan aktivis mahasiswa itu memilih jalannya masing-masing. Ada yang meneruskan sekolah sampai PhD, ada yang jadi pengusaha, wartawan, dan tentu saja politisi. AA memilih jalan politik, dan dia dengan sadar menjalaninya dengan berbagai risiko. Saya tahu banyak yang jengkel dengan ulahnya, meskipun banyak juga yang memuji manuvernya. Tentu banyak yang saya tak tahu juga, misalnya bagaimana dia bisa berujung dengan apa yang diberitakan hari-hari ini.

Bagi saya pribadi, AA tetaplah seorang kawan, dan demikian terus adanya. Kami sering berbeda sikap dan pilihan, dan punya keteguhan masing-masing dalam soal itu. Saya sadar di tengah keriuhan menjelang pemilu seperti ini menulis komentar tentang seorang kawan yang seakan menjadi musuh semua orang adalah tidak populer. Semua akan masuk bingkai “kami atau mereka”. Semua bisa tampak melulu salah, bahkan jika ada seorang suci yang benar-benar bisa berjalan di atas air, para pencercanya akan mencibir: “Dia berjalan, karena dia tak bisa berenang”.

Saya hanya ingin menilai kawan saya, Andi Arief, dengan adil. Itu saja.

Nezar Patria
Catatan ini diambil dari akun Facebook Nezar Patria. Penulis adalah mantan aktivis mahasiswa seangkatan Andi Arief. Tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya