Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono/Net
Wali Kota Pasuruan nonaktif Setiyono meminta pindah tahanan. Di rutan Polda Jawa Timur, terdakwa kasus suap proyek itu tidur tanpa alas.
Permintaan pindah tahananitu disampaikan kuasa hukum Setiyono saat sidang perdana di Pengadilan Tipikor Surabaya. "Karena tanpa alas rentang terhadap kesehatan," kata Rudi Alfonso usai pembacaan dakwaan.
Rudi mengungkapkan, Setiyono menderita peradangan dangangguan pada persendian. Tidur tanpa alas bisa memburuk kondisinya.
Ia pun mengusulkan Setiyono dipindah ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Surabaya atau Lapas Porong.
Saat ini, Setiyono berstatus tahanan titipan hakim di rutan Polda Jatim. Meski begitu, ketua majelis hakim IWayan Sosiawan perlu meminta tanggapan jaksa KPK atas permohonan terdakwa. Jaksa tak keberatan asal ada penetapan dari hakim.
Lantaran jaksa tak keberatan, Sosiawan meminta kuasa hukum membuat surat permohonan pindah tahanan. Majelis hakim akan mempertimbangkan tempat penahanan baru bagi Setiyono. Yang tidak menghambat proses persidangan perkaranya.
Untuk diketahui, sejak 18 Februari 2019 KPK memindahkan Setiyono ke Rutan Polda Jatim. Pemindahan ini lantaran perkara Setiyono hendak disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Setiyono menjadi "pasien" KPK karena terjaring operasi tangan tangkap (OTT). Ia kedaÂpatan menerima suap proyek di Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) Kota Pasuruan.
Dua tersangka lainnya, Dwi Fitri Nurcahyo dan Wahyu Trihadianto juga dipindah penahÂanannya ke Surabaya. Mereka dititipkan di rutan Kejaksaan Tinggi Jatim.
Dwi menjabat Staf Ahli Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan Pemkot Pasuruan. Sementara Wahyu tenaga honorer di Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan.
Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut Setiyono menerima Rp2.967.243.360 dari lelang proyek Pemkot Pasuruan selama kurun tiga tahun.
"Terdakwa selaku Wali Kota Pasuruan telah mengatur atau mem-plotting pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan di lingkungan Pemkot Pasuruan," sebut jaksa.
Sejak menjabat Wali Kota paÂda 2016, Setiyono mulai mengatur proyek. Ia memerintahkan Dwi, yang saat itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), membuat plotÂting proyek.
"Mengakomodir tim sukses terdakwa, asosiasi pengusaha jasakonstruksi, LSM, wartawan dan pihak-pihak lainnya," sebut jaksa.
Daftar pemenang lelang lalu dibagikan kepada ketua asosiasi. Pemenang harus memberikan imbalan. Besarnya 5 persen untuk pekerjaan bangunan di atas tanah dan 7,5 persen untuk pekerjaan saluran air.
Pola sama diterapkan pada taÂhun-tahun berikutnya. Setiyono mengepul uang proyek dari orang-orang dekatnya.
Pada tahun 2016, ia menerima Rp 1.474.441.735. Tahun 2017 Rp 878.801.625. Tahun 2018 Rp 614 juta. Total Rp 2.967.243.360.
Uang itu sudah termasuk pemÂberian dari M Baqir, pemenang proyek Pengembangan Layanan Usaha Terpadu KUMKM.
Penyuap Divonis 2 Tahun
Baqir lebih dulu diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya. Majelis hakim menghukumnya dipenjara 2 tahun. "Dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan," putus ketus majelis hakim I Wayan Sosiawan.
Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa tidak menÂdukung program pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
Vonis hakim sama seperti tunÂtutan jaksa KPK. Baqir menyataÂkan pikir-pikir atas putusan ini.
Sementara penasihat hukuÂmnya, Suryono Pane. "Banyak yang tidak masuk masuk dalam pertimbangan hakim. Salah satuÂnya soal status justice collaboraÂtor terdakwa," ujarnya.
Ia akan membicarakan dulu dengan Baqir untuk memutuskan, menerima putusan atau banding. "Kita tunggu saja." ***