Tim kejaksaan menangkap buronan Alexander Arif. Direktur PT Limbers Sejahtera dijebloskan ke penjara untuk menjalani masa hukuman.
Alexander merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan Jembatan Tambatan Perahu (JTP) Wailebe di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur tahun 2012. Kasus ini merugikannegara Rp 800 juta.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung M Mukri menjelaskan, penangÂkapan Alexander dilaksanakan tim gabungan intelijen dari Kejagung dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Jumat (22/2). "Buronan itu ditangkap di Rungkut, Surabaya, Jawa Timur," terangnya.
Terpidana tak berkutik ketika tim kejaksaan menggerebek keÂdiamannya di Perumahan Grand Semanggi Residence. Saat diekÂsekusi. Alexander melakukan perlawanan saat ditangkap.
Alexander masuk daftar penÂcarian orang (DPO) Kejati Nusa Tenggara Timur. Ia menghilÂang setelah perkaranya diputus Mahkamah Agung (MA) pada Februari 2018.
Berdasarkan putusan kasasi noÂmor 2685K/Pid.Sus/2017 tangÂgal 02 Februari 2018, terdakwa dihukum 4 tahun penjara.
Kehilangan jejak Alexander, Kejati NTT meminta bantuan Adhyaksa Monitoring Center. Hingga akhirnya terpidana bisa ditangkap.
Alexander dibawa ke Kejati Jatim. Setelah pemeriksaan identitas dan kesehatan, terpiÂdana dijebloskan ke rutan Kejati. "Sementara berdasarkan pertimÂbangan tertentu penahanannya dititipkan di Rutan Kejati Jawa Timur," kata Mukri.
Untuk diketahui, Alexander merupakan terpidana ke-21 yang ditangkap kejaksaan sejak awal Januari 2019.
Dua hari sebelum Alexander, tim kejaksaan mencokok Ahmad Marzuki di Tuban, Jawa Timur. Ia menjadi DPO Kejati Lampung.
Menurut Mukri, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang Nomor 26/Pid. Sus-TPK/2017/PN.Tjk tanggal 12 Oktober 2017, Ahmad Marzuki dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakuÂkan tindak pidana korupsi.
"Ahmad Marzuki dijatuhi piÂdana penjara 6 tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan serta dikenakan kewajiban memÂbayar uang pengganti sekitar Rp 986,6 juta," kata Mukri.
Ahmad Marzuki masuk DPO sejak 2014. Dia dinyatakan berÂsalah melakukan tindak pidana korupsi atas penjualan produk Unilever di PT PPI Cabang Bandar Lampung, yang meruÂpakan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
Namun, saat akan dieksekusi,Marzuki kabur. "Terpidana menjual rumah di Jalan Pulau Singkep Karang Sari, Kelurahan Sukarame, Bandar Lampung," unÂgkap Kepala Penerangan Hukum Kejati Lampung Ari Wibowo.
Marzuki lalu kabur ke Jawa. Uang hasil penjualan rumah tersebut digunakannya untuk modal usaha. "Terpidana memÂbuka usaha menjual mainan anak," ujar Ari. ***