Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) turut mengikuti dan memperhatikan substansi isu-isu yang diperdebatkan kedua capres pada Minggu (17/2) lalu.
Putaran kedua debat Pilpres 2019 mengangkat isu energi dan pangan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta infrastruktur. Ada beberapa catatan penting KIARA.
Pertama, terkait isu energi. Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menuturkan, kedua calon presiden tidak memiliki misi untuk membangun energi terbarukan.
"Dua-duanya sama terjebak di dalam pandangan keliru, bahwa energi alternatif yang berasal dari kelapa sawit atau biofuel," ujar Susan dalam siaran pers.
Padahal, Indonesia memiliki kelimpahan potensi energi alternatif seperti energi ombak laut yang belum dimanfaatkan dengan baik, selain energi angin dan panas matahari.
Tak hanya itu, dia menegaskan, wacana mengurangi energi fosil hanya sebatas slogan semata. Karena di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2018-2027, pemerintah menetapkan ratusan proyek pembangunan PLTU batu bara yang lokasinya banyak di berada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Proyek ini tentu akan menghancurkan ekosistem darat dan laut Indonesia pada masa-masa yang akan dating," ujarnya.
Kemudian, berkenaan dengan sawit, KIARA menilai kedua calon Presiden sama-sama berpihak terhadap ekspansi perkebunan sawit yang terbukti merampas tanah masyarakat.
Dia mengatakan, catatan Pusat Data dan Informasi KIARA pada tahun 2018 lalu, ekspansi sawit tidak hanya terjadi di hutan-hutan tropis, tetapi juga di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Luasan sawit di pesisir tercatat lebih dari 600 hektar. Selain itu, hutan di pulau-pulau kecil yang luasnya lebih dari 4 juta hektar.
"Terancam habis oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit. Ekspansi ini mengancam keanekaragaman hayati dan lokus pangan," imbuhnya.
Catatan berikutnya, mengenai isu pangan. Capres 01 maupun 02 sama-sama tidak memiliki misi kedaulatan pangan sekaligus diversifikasi pangan.
Susan berpendapat, keduanya hanya terjebak pada isu harga pangan murah dan ketersediaan beras serta jagung.
"Padahal, kedaulatan pangan meniscayakan perlindungan terhadap alam sebagai lokus pangan," ujar Susan.
Tak hanya itu, keduanya tak terlihat bicara mengenai pangan alternatif seperti pangan laut dan juga sagu sebagai pangan strategis.
"Padahal alam Indonesia memiliki kekayaan pangan yang berbeda di setiap tempat," tambahnya.
Catatan berkenaan kepemilikan tanah, Susan mengatakan, kedua capres tidak memiliki misi untuk menegaskan keadilan sosial-ekologis, khususnya di kawasan pesisir dan pulau-pulau.
“Karena mereka tidak berbicara mengenai persoalan kepemilikan pulau-pulau kecil baik oleh perorangan maupun perusahaan, sebagaimana terjadi di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta," ujar Susan.
Susan memaparkan, lebih dari 60 pulau dimiliki oleh perorangan dan atau perusahaan. Fakta-fakta di lapangan membuktikan bahwa kepemilikan pulau-pulau kecil ini mengancam ruang hidup nelayan.
Catatan berkenaan dengan infrastruktur selama ini tidak memberikan dampak baik bagi masyarakat pesisir.
Pembangunan fasilitas publik yang menjadi tanggung jawab negara, masih jauh belum mereka rasakan.
"Sebagai contoh infrastruktur listrik. Sampai hari ini ada 544.748 rumah tangga nelayan di desa pesisir yang menggunakan listrik non PLN," urai Susan lebih lanjut.
Mereka biasanya memiliki alat semacam genset yang membutuhkan banyak solar. Selain itu, ada 561.065 rumah tangga di desa pesisir yang belum teraliri listrik. Dengan demikian, total rumah tangga nelayan yang belum menikmati listrik dari negara sebanyak 1.105.813 rumah tangga perikanan.
Begitu pula dalam isu kebaharian dan kemaritiman. Kedua capres terlihat tidak memiliki gagasan yang maju dalam isu ini.
Susan mengatakan, capres 01 hanya bicara pemberantas IUU Fishing, tol laut, bank mikro, dan pertambangan laut. Rivalnya, capres 01 justru terlihat tidak memiliki gagasan apapun.
Menurut Susan, debat putaran kedua ini hanya mengulang-ulang retorika lama tanpa komitmen serius untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dan menegakkan keadilan sosial-ekologis yang selama ini telah dirampas atas nama pembangunan.
"Baik capres 01 maupun capres 02, sama-sama tak memiliki misi melindungi dan memperdayakan kehidupan lebih dari 12 juta rumah tangga perikanan yang tinggal di 12 ribu desa pesisir di Indonesia," pungkasnya.
[wid]