Eni Maulani Saragih dan Sofyan Basir/Net
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengupayakan agar mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham turut dapat bagian dari proyek PLTU Riau 1.
Ia mengontak Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Meminta Sofyan yang ngomong ke Johannes B Kotjo, bos Blackgold Natural Resources. Blackgold anggota konsorsium proyek PLTU Riau 1.
Eni menyampaikan permintÂaan agar Sofyan melobi Kotjo dalam pembicaraan telepon. Rekaman percakapan itu diputar di sidang perkara Idrus.
Pada sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan saksi Sofyan Basir dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso. "Izin memutar satu percakapan saja," kata jaksa.
Berikut percakapan Eni denganSofyan:
Eni: Aku penting mau ketemu Bapak, bisa hari ini jam berapa? Halo... Halo...
Sofyan: Di Ujung Pandang
Eni: Oh di Ujung Pandang. Kapan balik Pak?
Sofyan: Besok ketemu boleh.
Eni: Oke karena ini terkait dengan yang kemarin Chuadian (China Huadian Engineering Companye) yang sudah selesai, gitu ya. Karena penting itu juga buat Bang Idrus kita. Hehehe
Sofyan: Oh oke, oke.
Eni: Karena yang bisa ini kan ke Pak Kotjo, itu Pak Sofyan. Gitu pak. Jadi saya perlu ketemu Pak Sofyan dulu sendiri. Baru habis itu saya ajak Pak Kotjo. Gitu pak.
Sofyan: Oke, baik.
Eni: Oke makasih.
Sofyan: Makasih.
Jaksa menanyakan ke Sofyan apa maksud pembicaraan itu. Sofyan mengatakan tak tahu maksud omongan Eni. Karena saat itu sedang menÂdampingi Menteri BUMN Rini Soemarno.
Jaksa juga menanyakan makÂsud ucapan Eni yang menyebut "penting untuk Idrus". Sofyan mengaku tak tahu. "Mungkin karena posisi saya nelepon di depan Menteri ya jadi tidak menangkap, yang penting buru-buru selesai pembicaraan."
Jaksa terus mencecar menÂgenai ucapan Sofyan yang mengiyakan permintaan Eni dengan mengatakan "oke". "Saya sungguh belum dijelasÂkan sama beliau (Eni)," jawab Sofyan.
Ketika jaksa menyinggung apakah pembicaraan itu agar Idrus mendapat bagian dari proyek PLTU Riau 1, Sofyan menjawab tak tahu. "Apa mungÂkin (soal) kendaraan, mobil (jenazah)," ucap Sofyan.
Jaksa menepis anggapan itu. Menurut jaksa, Sofyan pernah mengatakan permintaan Idrus soal mobil jenazah tidak diketaÂhui Eni. "Ini masalah berbeda," tampik jaksa.
"Penting buat Bang Idrus, apa maksudnya?" cecar jaksa lagi.
"Sampai saat ini sungguh enggak tahu, karena jujur saya di depan menteri sehingga maaf, saya lebih cepat menjawab supaya cepat selesai," Sofyan bersikukuh.
Sofyan menuturkan, Idrus, Eni dan Kotjo pernah ke rumahnya. Idrus lalu minta Eni dan Kotjo pulang duluan. Sebab ia ingin bicara empat dengan Sofyan
Menurut Sofyan, pembicaraan satu jam dengan Idrus membaÂhas soal mobil jenazah.
"Diskusi kendaraan masjid. Mobil jenazah."
PLN, kata dia, tidak bisa mengeluarkan dana CSR untuk Kementerian Sosial yang dipÂimpin Idrus. Pengajuan dana CSR harus dari pihak terkait. Yakni masjid.
Idrus tak membantah pernah ke rumah Sofyan. Menurutnya, ia punya kepentingan sendiri bertemu Sofyan. Berbeda denÂgan Eni dan Kotjo.
"Saya katakan, 'Ayo silakan tapi masalah beda, kalau sama-sama ketemu biar dia (Kotjo) biÂcara dulu baru kita'," ujarnya.
Ia mengamini keterangan Sofyan bahwa pertemuannya membahas soal CSR.
Dalam perkara ini, Idrus didakwa menerima suap Rp 2,25 miliar dari Kotjo. Supaya memÂbantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau 1.
Saat pertemuan di kantornya, Kotjo pernah menjanjikan kepada Idrus dan Eni fee 2,5 persen jika bisa mendapatkan proyek PLTU Riau 1. Proyek itu bernilai 900 juta dolar Amerika. Jadi fee-nya 22,5 juta dolar. ***