Direktur PT Kenpura Alam Nangro Dedi Mulyadi mengungkapkan Rizal, staf anggota DPR M Nasir Djamil ikut mengatur proyek di Aceh.
Dedi pernah memberikan fee Rp1 miliar setelah dibantu Rizal mendapatkan proyek. "Yang menawarkan pekerjaan itu si Rizal kepada saya," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dedi menjadi saksi kasus suap dan gratifikasi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Dalam catatan yang dibuat istri Dedi, Mamik Riswanti selaku komisaris PT Kenpura, disebutÂkan uang itu untuk "Zal, Nasir Jamil". Namun Dedi menyatakan Nasir tak terlibat urusan ini. "Pak Nasir enggak tahu apa-apa."
Jaksa KPK juga mengonfirÂmasi pengeluaran lainnya dalam catatan bertajuk 'kewajiban' yang dibuat istri Dedi. Yakni BIuntuk Pilkada. TS Rp 1 miliar kewajiban 2017. PT TS Rp 1,6 miliar. P Muslim Rp 310 juta. Kewajiban Abya 2017 Rp 280 juta. Mobil Toyota Rp 250 juta.
Dedi menjelaskan, tak semua semua catatan itu berhubungan dengan proyek. Ada beberapa yang dicatat sebagai utang-piutang. Ia pun memaparkan, "PT TS" merujuk pada seorang bernama Tsamaindra. Pemberian uang Rp 1,6 miliar terkait pemÂbelian alat.
Sementara untuk Linda, Dedi mengatakan uang tersebut terkait pembelian proyek dari Linda. Sementara catatan uang untuk Bupati Aceh Barat Daya Jufri Hasanuddin urusan utang. "KaÂlau Pak Jufri itu bentuk pinjam meminjam dan dikembalikan lagi," sebutnya.
Soal pemberian uang untuk Rizal, Dedi mengaku terkait proyek. "Rizal yang menawarÂkan pekerjaan kepada Saudara?" tanya jaksa. "Iya," jawab Dedi.
Dedi tidak menyebutkan proyek yang didapat dari Rizal. Ia hanya memastikan proyek itu digarap tahun 2017 silam.
Jaksa pun meragukan penÂgakuan Dedi soal utang piutang dalam catatan yang dibuat Mamik. "Saudara jujur saja, menyerahkan ’kewajiban’ itu artinya commitÂment fee yang harus diberikan, betulkah itu?" cecar jaksa. Dedi akhirnya mengakui, "Betul."
Dedi pun berterus terang perÂnah memberikan uang Rp1 milÂiar untuk Irwandi Yusuf. Yang minta orang dekatnya, Teuku Saiful Bahri. Ia meminta banÂtuan Saiful untuk mendapatkan proyek Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
"Uang telah diberikan oleh staf saya. Saya minta Saiful supaya dimenangkan perusahaan saya. Beliau bilang, Kan ini Lebaran, mungkin ada kebutuhan untuk meugang," tutur Dedi.
Meugang adalah acara syuÂkuran yang menjadi tradisi di Aceh jelang Lebaran. Biasanya diselenggara para pejabat terÂmasuk Gubernur.
Dalam perkara ini, Irwandi Yusuf didakwa bersama-sama Staf Khususnya, Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri, menÂerima suap Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmad.
Irwandi juga didakwa menerima gratifikasi Rp 8,717 miliar pada masa jabatan gubernur periode kedua. Dari Mei 2017 hingga Juli 2018.
Terakhir, Irwandi didakwa menerima gratifikasi Rp 32,45 miliar saat menjabat gubernur periode pertama 2007-2012.
Uang itu terkait proyek pemÂbangunan dermaga bongkar muat pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Proyek ini dibiayai APBN 2006-2011.
Irwandi menerima setoran "pajak Nanggroe" dari Kepala Nindya Karya Cabang Sumut-Aceh, Heru Sulaksono dan pemiÂlik PT Tuah Sejati, Zainuddin Hamid. Kedua perusahaan memÂbentuk kerja sama operasi (KSO) Nindya Sejati untuk menggarap proyek dermaga Sabang.
Pada 2008, Irwandi yang merÂangkap Ketua Dewan Kawasan Sabang menerima setoran Rp 2,9 miliar. Tahun 2009 Rp 6,9 milÂiar. Tahun 2010 Rp 9,5 miliar. Terakhir Rp 13,03 miliar pada tahun 2011.
"Sejak menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp 32.454.500.000, atau sekitar jumlah itu, terdakwa tidak meÂlaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sampai dengan batas waktu 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi tersebut diterima," kata Jaksa Ali Fikri. ***