Pengembalian UUD 1945 ke aslinya tidak akan mematikan demokrasi Indonesia. Sebaliknya, Indonesia justru akan kembali bernilai dan berkarakter.
Tidak seperti saat ini, di mana sistem kenegaraan telah jauh dari cita-cita proklamasi.
Demikian disampaikan aktivis senior Hariman Siregar kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/2).
"Enggak, jadi saya kira
founding father ngerti bener demokrasi dan sosialisme. Nah dua itu sebenarnya yang kuat dalam UUD kita, anti kolonialisme, kemerdekaan, demokrasi, dan sosialisme," kata Hariman.
Menurutnya, demokrasi di Indonesia berbeda dengan demokrasi ala Amerika Serikat. Sebab, demokrasi di Indonesia menggunakan asas Pancasila yang mengedepankan musyawarah mufakat.
"Jadi, bukan liberal, bukan individual bukan demokrasi individual," jelas Hariman.
Dia yakin, para pendiri bangsa telah memahami konteks demokrasi khas Indonesia adalah musyawarah mufakat.
"Sistem perwakilan ini kembali lagi musti ada demokrasi lagi siapa yang jadi perwakilan itu. Karenanya, mereka (pendiri bangsa) mengerti yang disebut perwakilan tadi," tutur Hariman.
UUD 1945 juga tidak serta merta mengembalikan Faksi TNI-Polri di DPR. Sebab, kehadiran fraksi itu sebatas tafsiran belaka.
"Itu kan tergantung tafsiran, bukan di UUD loh itu. Itu kan penjabaran yaitu tergantung kebutuhan. Kalau mereka merasa punya perwakilan ya boleh, tapi kalau mereka diwakili oleh yang lain ya enggak usah diperdebatin lagi," pungkasnya.
[ian]