Sidang kasus merintangi penyidikan eks bos Lippo Group Eddy Sindoro dengan terdakwa Lucas kembali digelar di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Persidangan menghadirkan dua saksi. Keduanya adalah sopir freelance, Jaman dan Dr Dhany Arifianto, ahli forensik akustik dari ITS.
Saat Jaman, yang mengaku hanya menyupiri Lucas pada September hingga November 2018 bersaksi, Jaksa memutar rekaman percakapan via telepon yang disebut merupakan suaranya. "Kenal suara itu?" tanya Jaksa. "Nggak, saya nggak kenal," bantah Jaman. Tak hanya sekali, jaksa berkali-kali meÂmutar rekaman, dan mencecar Jaman. Jaksa mengaku durasi reÂkaman mencapai 1 jam 24 menit. Namun hanya sekitar 8-9 menit yang diputar. Tak langsung, tapidipenggal-penggal dalam 4 bagian. Jaman sendiri bersikukuh tidak mengenali suara itu. Kesal, jaksa mengancam Jaman.
"Kalau saksi belum mengakuinya, saya bawa ke laboratorium suara, kemudian ambil tindakan hukum," ancam jaksa.
Tim pengacara Lucas yang digawangi Waode Nur Zainab memprotes sikap jaksa. "Keberatan yang mulia, saksi jangan diintimidasi," protesnya.
Kuasa hukum Lucas yang lain, Aldres Napitupulu meminta majelis hakim tegas. Sebab, saksi sudah berkali-kali menyatakan tidak mengenal suara dalam rekaman percakapan itu. Dia juga mempertanyakan hubungan rekaman itu dengan kasus yang tengah disidangkan.
"Hubungannya tidak ada denÂgan perkara ini. Ini cuma sekilas penilaian-penilaian orang tenÂtang pak Lucas," tegur Aldres. Jaksa yang tak mau kalah, memÂbalas. Perdebatan pun terjadi. Suasana riweuh.
Jaman, memang tidak pernah diperiksa penyidik KPK dan di-BAP. Dia hanya menyaksikan mobil Lucas digeledah penyidik komisi antirasuah saat diperiksa dan ditahan KPK pada 2 Oktober 2018. Di mobil Lucas, tidak ditemukan apa-apa. Justru di mobil belakangnya yang memÂbawa makanan untuk Lucas. Ada 40 ribu Dolar Singapura yang disita.
"Saya juga heran. Itu bukan mobil pak Lucas, hanya memÂbawa makanan dan alat pijat dari rumah, bukan atas nama pak Lucas juga. Itu mobil atas nama perusahaan, tapi bukan punya pak Lucas," beber Jaman.
Sementara Dhany Arifianto, saksi ahli yang dihadirkan jaksa mengungkapkan, dirinya dimÂinta oleh penyidik KPK untuk meneliti sampel suara. Pertama, Dhany diminta membandingkan rekaman percakapan telepon dan rekaman suara yang diklaim peÂnyidik sebagai Lucas saat diperiksa KPK. Hasilnya, identik.
Namun, saat dicecar tim kuasa hukum Lucas, Dhany ragu. Soalnya, dia tidak pernah menÂdengar, bertemu dan mendengar langsung suara Lucas. Padahal, Dhany bercerita, dirinya pernah mendatangi seseorang yang tenÂgah terbaring sakit di sebuah RS di Surabaya untuk mengambilsample suara demi akurasi yang tepat. "Mengapa saudara dengan integritas yang tidak saya ragukan, tidak melakukan halyang sama, tetapi hanya membandingkan rekaman lain atau video?" tanya Nur Zainab. Apalagi, rekaman itu hanya sepotong-sepotong.
"Keterangan saudara sangat-sangat menjadi dasar untuk menjadikan Lucas sebagai terÂdakwa," protesnya.
Ditanya begitu, Dhany tidak bisa menjawab. "Saya tidak bisa jawab. Saya tidak bisa jawab, saya tidak punya kewenanganseperti itu," ucap Dhany. "Kenapa tidak minta kepada penyidik?" tanya hakim. "Saya tidak bisa jawab Yang Mulia," ulang Dhany.
Dhany juga mengakui peneÂlitian suara itu tidak 100 persen benar atau sama sekali tidak ada kesalahan. Analoginya, sepertikembar identik yang meski persis, namun tetap ada bagian-bagian yang tidak sama.
"Kalau dijamin zero (tanpa kesalahan), tidak mungkin. Kalau kita ingin benar-benar zero, kalimat yang diucapkan dengan yang diteliti harus sama persis," ujarnya menjawab pertanyaan Lucas.
Namun, nyatanya, Dhany tidak melakukan itu. "Saya tidak menemukan di sini ada rukun kata dalam 20 kalimat. Di berita acara ini tidak ada. Tapi ahli memberikan kesimpulan bahwa suara dalam kedua rekaman identik dengan terduga," protes Lucas. "Saya juga pelajari, meski bukan ahli. Saya makan nasi kuning, harus dibandingkan dengan saya makan nasi kuning," imbuhnya.
Lucas kemudian menyebut bahwa suara bisa ditiru, dibuat dengan Artificial Intelligence. Contohnya, Presiden AS Donald Trump, kemudian lawan Trump, Hillary Clinton, eks Presiden AS Barack Obama, hingga Presiden Rusia Vladimir Putin. "Bukan hanya suara, tapi juga intonasi dibuat, ditempel jadi satu," bebernya. "Apakah itu bisa terjadi?" "Bisa saja terjadi," jawab Dhany.
Lucas pun memberi tanggaÂpan, cara yang dilakukan Dhany tidak bisa menjamin kepasÂtian 100 persen. "Keterangan ahli tidak meyakinkan dan tidak masuk sebagai alat bukti, konten tidak kena, asal usul tidak kena, dan dia sendiri tidak meyakini 100 persen itu suara siapa. Sehingga, tidak bisa dijadikan dasar menjadikan seseorang menjadi korban," tegasnya.
Lucas juga menyebut, rekaÂman suara yang pernah dipuÂtarkan JPU dalam persidangan, ternyata berbeda semua dengan yang ada di BAP Dhany.
"Yang diuji berbeda dengan apa yang diputar. Itu biasa saja hasil rekayasa. Ahli tidak menÂguji khasnya, khasnya itu seperti DNA," protes Lucas.
Sebelum persidangan ditutup, Lucas meminta dirinya diizinkan berobat di RSPAD atas penyakit TBC tulang yang dideritanya sejak awal 2018. Majelis hakim sudah mengeluarkan penetapan pengadilan untuk itu. Namun, jaksa menolaknya.
"Saya merasa sudah keterlaÂluan," protes Lucas.
Lucas menuturkan, Jaksa malah membawanya ke RSCM. Saat diperiksa di sana, dia mendapat perlakuan medis yang tidak semestinya. Dia, ditangani perkumpulan ahli THT. Padahal, yang sakit adalah tulangnya. Dia kemudian menjalani MRI. Lucunya, asisten dokter yang memeriksanya menyebut, hasil radiologinya, tidak bisa dipastiÂkan penyakit TBC tulang.
"Jadi untuk apa saya minum obat 11 bulan, obat sangat keras yang mengakibatkan gangguan pada syaraf. Itu sudah jelas," teÂgasnya. "Saya sangat kecewa."
Lucas pun meminta pengoÂbatan ke RSPAD. Di sana, dia menjalani pengobatan dan fiÂsioterapi rutin, sebelum ditahan KPK. "Betapapun sakitnya, saya tidak pernah absen. Saya selalu bilang sehat kalau Yang Mulia tanya, supaya persidangan tidak tertunda. Dokter bilang, ini harusnya dioperasi, tapi kalau operasi, tunda persidangan, saya tidak mau," beber Lucas.
Dia pun meminta majelis hakim mengizinkannya berobat rutin di RSPAD agar proses penÂgobatan yang rutin dijalaninya berlanjut. Saya mohon, mohon Yang Mulia. "Saya cuma minta belas kasihan, minta keadilan, saya cuma orang kecil, kalau dianiaya nggak bisa apa-apa," pintanya.
Hakim pun menyatakan akan mempertimbangkan permohoÂnan Lucas. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan mengÂhadirkan saksi ahli dari pihak Lucas. ***