Berita

Eddy Sindoro/Net

X-Files

Novel Baswedan Diserang & Dinilai Tidak Kooperatif

RABU, 16 JANUARI 2019 | 10:02 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Perdebatan keras mewarnai jalannya persidangan dalam perkara terdakwa Pengacara Lucas, yang didakwa merintangi penyidikan KPK terhadap larinya keluar negeri tersangka Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan yang menjadi saksi dihadirkan oleh pihak jaksa KPK, dalam kesaksiannya me­nyebutkan secara tegas bahwa keterlibatan terdakwa Lucas sangat dia yakini sejak 2016, dengan ditemukannya jejak digi­tal berupa chatting dan rekaman pembicaraan. Hal ini membuat tim penasehat hukum terdakwa mempertanyakan kepada saksi bahkan menantang pihak JPU agar menunjukkan rekaman suara atau chatting yang disebut­kan Novel itu.

Perdebatan semakin keras karena pihak jaksa dan saksi tidak dapat memutarkan rekaman suara terdakwa yang dimaksud, dan tidak dapat memperlihatkan chat­ting yang disebutkan itu.

"Saya sebagai koordinator satgas penyidik dalam perkara ini sudah menyerahkan kepada pihak jaksa penuntut, sehingga hal itu merupakan kewenangan pihak jaksa, tapi seingat saya pernah mendengar rekaman tersebut," kata Novel.

Jawaban Novel ini membuat Advokat Wa Ode Nur Zainab SH MH, ketua tim penasehat hukum terdakwa, langsung memohonk­an kepada majelis hakim yang dipimpin Frangky Tumbuun agar jaksa KPK menunjukkan rekaman atau sadapan yang di­maksud. Seperti biasanya, pihak jaksa KPK selalu menunjukkan di persidangan, namun kali ini pengunjung sidang dan tim pe­nasehat hukum terdakwa merasa sangat sedih dan kecewa berat terhadap saksi Novel, karena bukti rekaman atau chatting itu tak dapat ditunjukkan dihadapan saksi untuk mendapatkan kebe­naran materil.

Perkara ini menjadi sangat dirasa janggal bin aneh, karena pihak KPK yang katanya sebagai korban dari tuduhan perintangan perkara Eddy Sindoro itu, justru dihadirkan paling belakangan, bukan di awal persidangan, se­bagaimana lazimnya yang diatur dalam KUHAP.

Menurut Wa Ode Nur Zainab, pertama kali dalam sejarah persidangan terdakwa kasus di KPK, pihak Penuntut Umum KPK dalam menolak menunjuk­kan bukti rekaman atau chatting terkait hal yang didakwakan.

Lebih keras lagi, Wa Ode Nur Zainab menyebutkan, dalam hal ini, tampak keraguan JPU dalam membuktikan dakwaannya. Hal tersebut karena memang sesung­guhnya Lucas tidak bersalah sebagaimana dakwaan Penuntut Umum. "Harusnya saat kes­aksian Novel Baswedan, bukti rekaman atau chatting dimaksud bisa ditunjukkan oleh pihak JPU di dalam persidangan karena kata saksi Novel, bukti rekaman atau chatting tersebutlah yang menjadi dasar klien kami Lucas dijadikan tersangka Pasal 21 UU Tipikor, dianggap menghalangi penyidikan KPK," tegas Wa Ode Nur Zainab.

Banyaknya pertanyaan dari Wa Ode Nur Zainab dan tim penasi­hat hukum lainnya yang tidak dijawab oleh Novel Baswedan, mengundang protes dan hardi­kan keras sehingga berulang kali diredam oleh hakim Frangky, lalu dicatat oleh pihak Panitera Pengganti sebagai keberatan dari pihak terdakwa.

Dan sebegitu banyaknya per­tanyaan yang tidak dijawab saksi Novel dengan alasan pertanyaan itu sudah merupakan pertanyaan bagi saksi verbalisan, sementara Novel menyiapkan dirinya da­tang sebagai saksi fakta.

"Kalau begitu tolong saksi berikan batasan mana pertanyaan buat saksi verbalisan, dan mana yang saksi maksudkan sebagai fakta, karena sejak tadi semua pertanyaan yang kami ajukan adalah berdasarkan fakta yang ada dalam surat dakwaan jaksa," sentak seorang tim penasehat hu­kum lainnya, yang sebelumnya menyebutkan bahwa saksi Novel tidak layak ditampilkan sebagai saksi karena banyak tidak bisa menjawab dan Novel bahkan dinilai tidak koperatif membantu jalannya persidangan.

Sebelumnya juga Novel tidak bersedia menjawab mengapa tidak pernah memanggil dan memeriksa konglomerat Riza Chalid maupun sosok misterius Jimmy yang begitu banyak berperan dalam surat dakwaan jaksa.

Sementara sebelumnya saksi Michael yang merupakan anak kandung tersangka Edi Sindoro, secara tegas menyebutkan bah­wa tidak pernah berkomunikasi dengan terdakwa Lucas, karena sesungguhnya yang diyakini Michael orang yang berkomu­nikasi dengannya adalah Mr. Tan, sahabat ayahnya.

Eddy Sindoro juga terbukti saat 29 Agustus 2018 masuk ke Indonesia dan kembali ke Bangkok tidak dalam keadaan dicekal. Dan terbukti pula se­lama pelarian Eddy Sindoro, KPK tidak pernah meminta Mabes Polri untuk mengeluar­kan red notice atas nama Eddy Sindoro (ES).

"Seandainya ES terkena red notice, maka lebih mudah me­nangkapnya di LNkarena KPK dibantu interpol. Jadi ketika ES terkena kasus keimigrasian di Kuala Lumpur awal Agustus 2018, ES sudah pasti akan ter­tangkap oleh interpol dan dis­erahkan kepada KPK," ungkap Wa Ode Nur Zainab langsung bertanya kepada Novel.

"Jadi dalam perkara ini, ter­bukti secara terang benderang bahwa penyidikan ES terhambat oleh kelalaian KPK sendiri, KPK tidak maksimal menjalank­an tugasnya dalam mencari dan menangkap ES, dan sama sekali bukan karena klien kami Lucas menghalang-halangi penyidi­kan. Fakta-fakta di persidangan terang benderang membuktikan hal tersebut," sambung Wa Ode Nur Zainab rada garang.

"Apalagi fakta yang tak bisa terbantahkan adalah bahwa Pengacara Lucas tidak pernah menjadi lawyer bagi tersangka Eddy Sindoro itu." pungkas Wa Ode Nur Zainab yang selalu tampil berani dan cemerlang di setiap persidangan.

Sebagai clossing statement di akhir persidangan, Lucas secara tegas menyebutkan hatinya sangat miris dan sedih bagaikan terkoyak-koyak, karena sejak awal dihadirkan para saksi JPU, tak ada satupun yang bisa mem­buktikan apa yang dituduhkan jaksa bahwa dirinya sebagai orang yang merintangi KPK dalam pelarian Eddy Sindoro keluar negeri itu.

"Saya semakin sangat sedih karena, saya semakin yakin bahwa apa yang dituduhkan kepada diri saya ini hanyalah merupakan asumsi sesat pihak penyidik KPK. Tapi secara tegas saya sebagai orang beriman, saya sudah me­maafkan kesalahan pihak KPK, sekalipun saya sangat menderita dibuatnya," tutupnya. ***

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya