Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Meniadakan Visi Misi Paslon, KPU Salah Telak

SELASA, 08 JANUARI 2019 | 23:04 WIB

KEPUTUSAN Ketua KPU Arief Budiman terkait dengan penghentian penyampaian visi-misi jelang debat perdana Pilpres 2019 yang semula dijadwalkan 9 Januari 2019 dapat dipastikan tidak berjalan.

Arief menyebut keputusan ini diambil pada Jumat (4/1) malam usai rapat dengan tim pemenangan dari masing-masing pasangan calon.
"Soal sosialisasi visi misi, tadi malam sudah diputuskan. Silahkan dilaksanakan sendiri-sendiri. Tempat dan waktu mereka yang tentukan sendiri. Jadi tidak lagi difasilitasi oleh KPU," kata Arief.


Keputusan Ketua KPU ini tentu patut diduga bahwa KPU tidak paham tentang aturan hukum terutama terkait UU Pemilu.

Pasal 274 ayat (2) UU Pemilu menyebutkan bahwa “Dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan materi kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon melalui laman KPU dan lembaga penyiaran publik”.

Apa makna dari ketentuan tersebut diatas ? Bahwa ketentuan tersebut secara jelas meyebutkan bahwa fasilitasi yang dilakukan oleh KPU terhadap kedua paslon dalam penyampaian visi dan misi adalah sesuatu yang wajib.

Jika KPU tidak melaksanakan atau tidak memfasilitasi penyampaian visi dan misi yang sudah terjadwal tanggal 9 Janiari 2019 ini, maka dapat dikatakan KPU lalai menjalankan perintah UU.

Hal yang terpenting dari penyampaian visi dan misi kedua paslon ini adalah selain karna amanat UU dan terlebih lagi adalah hak masyarakat untuk ingin mengetahui sejauh mana visi dan misi dari kedua paslon untuk membangun dan mengelola republik ini.

Lebih-lebih lagi kondisi ekonomi dan penegakan hukum saat ini yang kurang menggembirakan. Masyarakat berpandangan bahwa penegakan hukum di pemerintahan Pak Jokowi kurang berjalan dengan baik.

Dalam perspektif ekonomi, terutama terhadap paslon nomor urut satu sebagai petahana, perlu dijelaskan kepada publik secara nasional, bagaimana kondisi ekonomi saat ini yang pada awalnya memberikan janji manis kepada masyarakat bahwa pentumbuhan ekenomo di 2018 dan 2019 sebesar 8 persen, namun kini hanya berkisar pada angka 5%.

Begitu  juga dengan janji pak Jokowi bahwa jika terpilih menjadi presiden dollar akan turun dari Rp 12.000 sebelum menjadi presiden ke Rp 10.000 jika terpilih. Sekarang malah dollar memantapkan diri di kisaran Rp 14.000 sampai Rp 15.000.

Hal lain yang perlu untuk dijelaskan kepada rakyat adalah kondisi utang negara saat ini. Selama masa pemerintahan Jokowi, utang baru tercipta sebesar Rp 3.200 triliun. Angka yang lebih besar dua kali dari pemerintahan-pemerintahan senelumnya.

Selain itu, Jokowi juga perlu menjelaskan bagaimana manajemen pengelolaan utang negara yang terbilang sangat besar ini? Kemana saja uang itu dibelanjakan? Tentu harus dijawab oleh Pak Jokowi melalui penyampaian visi dan misinya.

Demikian juga dalam konteks penegakan hukum, yang tidak mencerminkan adanya rasa keadilan masyarakat. Proses penegakan hukum korupsi yang masih terkesan tebang pilih. Hukum terkesan hanya digunakan sebagai alat politik, dan lain-lain.

Dalam kondisi seperti ini, masyarakat tentu ingin mengetahui bagaimana visi dan misi paslon untuk memperbaiki dan menata kembali kondisi ekonomi maupun kondisi hukum negara ini ke arah yang lebih baik. Penegakan hukum yang sesuai dengan amanat dan harapan masyarakat, sebagaimana tertuang dalam konstitusi negara.

Dari penyampaian visi misi inilah masyakat akan menentukan pilihannya kepada siapa rakyat akan menjatuhkan pilihan politiknya. Oleh karena itu, Perlu ditegaskan kembali  bahwa jika penyampaian visi dan misi paslon ditiadakan maka dapat dikatakan KPU telah salah memahami perintah UU tentang Pemilu. Jika visi misi tidak dilaksanakan, maka sebaiknya debat juga ditiadakan saja. Toh, debat  capres cawapres adalah pengembangan dari visi dan misi cawapres.

KPU seharusnya memahami posisinya sebagai lembaga yang independent. Tugas KPU hanya menjalankan amanat rakyat susai perintah UU. KPU bukan dalam posisi menafsirkan UU atau membuat aturan hukum tidak jelas.

Jika KPU tidak independet. Bila KPU tidak jujur dalam melaksanakan tugasnya, maka sangat beralasan bila ada warga masyarakat yang hendak menggugat eksistensi KPU. Sebab tidak menjalankan fungsinya untuk mengatur jalannya proses pemilu yang jujur, adil dan demokratis. [***]

Ismail Rumadan
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya