Berita

ilustrasi/net

Dunia

Syukurlah, Ibu Kota Hoax Dunia Bukan Di Indonesia

SELASA, 08 JANUARI 2019 | 15:47 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Bahaya laten hoax (kabar bohong) sudah dianggap sebagai ancaman serius oleh masyarakat Indonesia, terutama di musim politik seperti sekarang.

Sehari-hari hoax bertebaran di media sosial kita. Dari lapisan elite sampai kelas bawah berbagi peran sebagai produsen, distributor sampai konsumen hoax.

Tapi jangan terlalu kecil hati, seolah-olah Indonesia cuma bisa juara hoax. Faktanya, virus hoax lebih mengakar di negeri jauh. Veles, kota kecil di negeri Makedonia-lah, yang dijuluki "ibu kota hoax dunia".


Sejumlah warga Veles mengambil untung dari kontes politik di negara lain yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan mereka. Meramaikan pemilu dengan distribusi informasi palsu dan menuai uang tunai dari kegiatan tersebut. Industri hoax pun bersemi di bumi Asia, terutama Malaysia dan Indonesia.

Channel News Asia (CNA) baru-baru ini mewawancarai para produsen informasi palsu yang bermukim di Vales. Mereka mengaku ikut campur dalam pemilihan umum di Amerika Serikat yang dimenangkan Donald Trump.

Mirko Ceselkoski, yang pada kartu namanya tertulis "orang yang membantu Donald Trump memenangkan pemilihan AS", mengaku geli sendiri melihat kenyataan bahwa ia menjadi terkenal karena julukan itu.

Pria berusia 38 tahun itu, yang menyebut dirinya konsultan pemasaran internet, tidak sendiri. Ia berbagi keuntungan besar dengan para pemuda di Veles, bahkan menggurui beberapa murid.

CNA melaporkan, lebih dari 100 situs web pro-Trump dijalankan oleh 44.000 orang di Veles pada 2016. Mereka mengontrol situs-situs yang menyebar informasi bohong demi keuntungan.

Di Veles, motif produksi hoax itu bukan politik. Para penyebar "fake news" di kota pada salah satu negara termiskin di Eropa itu bermotif lebih sepele, yaitu uang. Inilah ladang uang modern setelah banyak pabrik di Veles bangkrut dan melahirkan banyak pengangguran baru. Hoax jadi pilihan kalangan usia produktif untuk mendapat penghasilan.

"Ketika beberapa dari mereka mulai bereksperimen dengan politik AS, hasilnya sangat bagus. Banyak siswa saya menghasilkan lebih dari US$ 100.000 per bulan," klaim Ceselkoski.

Kolega Ceselkoski bernama Sasha, memberi panduan praktis untuk untuk menyebar hoax. Pertama-tama, bergabunglah dengan grup Facebook menggunakan profil palsu. Grup ini mesti kelompok yang berpengaruh. Langkah dua hingga empat adalah, temukan kisah yang sedang tren; tulis ulang dan tambahkan banyak bumbu.

"Judulnya dipersingkat sehingga orang dapat membacanya sekilas," tambah Sasha.

Di AS, eksperimen mereka berhasil. Berita tentang Trump paling banyak memberi keuntungan, terutama yang palsu daripada yang faktual.

"Mereka (pendukung Trump) membagi ke teman-teman mereka dan berdebat dengan mereka, dan ceritanya semakin menyebar," tambah Ceselkoski.

Sekarang beralih ke dalam negeri. CNA pun menemukan kelompok serupa di Indonesia. Di sini, industri troll dengan akun palsu yang dijalankan untuk mendapatkan keuntungan disebut buzzer. Salah satu pelakunya adalah pria bernama Iqbal, nama samaran. Ia mengaku memiliki ratusan akun Twitter dan puluhan akun Facebook.

Spesialisasi Iqbal adalah isu politik. Klien membayarnya untuk mempromosikan konten. Agar akun tampak asli, setiap postingan dirancang supaya sesuai kepribadian profil.

"Postingnya konsisten. Misalnya, profil wanita akan membahas masalah wanita," jelas Iqbal.

Dia bahkan mengantisipasi permintaan di masa depan. Ketika ada klien yang mempekerjakannya, dan kompatibel dengan latar belakang akun, maka semua telah tersedia.

Namun, Iqbal bersikeras bahwa ia dan koleganya tidak mengotori tangan dengan kebohongan dan kebencian di media sosial. Ia menyebut penyebaran kebencian dan kebohongan sebagai fenomena yang mengkhawatirkan.

Di masa jelang Pemilu 2019 di Indonesia, serangan kabar bohong merata menimpa kedua pasangan kontestan Pilpres. Yang menonjol, terhadap kandidat wakil presiden nomor 02, Sandiaga Uno, dan calon presiden nomor 01, Joko Widodo. [ald]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya