Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf syok diborgol ketika dibawa ke pengadilan oleh petugas KPK. Ia pun curhat ke hakim.
Kemarin, Irwandi kembali menjalani sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Sebelum memulai pemerikÂsaan saksi-saksi, ketua majelis hakim Syaifuddin Zuhri kondisi kesehatan para terdakwa.
"Saudara terdakwa sehat?" tanya Zuhri kepada Irwandi. "Terimakasih, saya sehat. Walau secara psikis sedikit syok hari ini, karena baru pertama kali mengalami pemborgolan," jawab Irwandi.
Menanggapi curhatan Irwandi, Zuhri menjelaskan, pemborgoÂlan merupakan ketentuan baru yang diterapkan KPK terhadap para tahananan. Setiap tahanan harus diborgol saat dibawa ke luar rutan. Termasuk untuk menghadiri persidangan.
"Mungkin karena ini ketentuan baru ya, jadi Anda sedikit terÂganggu ya sidang hari ini. Tapi sehat kan ya?" tanya Zuhri lagi. "Sehat," jawab Irwandi.
Hal senada juga disampaikan Hendri Yuzal. Dia juga jadi tahÂanan KPK karena bersama-sama Irwandi menerima suap dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi terkait alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA).
"Sehat Yang Mulia. Sama seperti Pak Irwandi agak syok karena baru pertama kali menÂgalami pemborgolan," curhat Hendri.
"Kalau Saudara?" tanya Zuhri kepada Tengku Saiful Bahri. "Biasa aja," jawab orang dekat Irwandi itu.
Ketiga terdakwa disidang secara bersama-sama meski berÂkas perkaranya terpisah. Sebab, jaksa KPK akan menghadirkan saksi-saksi yang ada di berkas perkara ketiga terdakwa.
Saksi itu Fajri MT (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Aceh), Musri Idris (mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh), Alhudri (Kepala Dinas Sosial Provinsi Aceh) dan Sayed Fadhil Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
Fajri menjadi saksi pertama yang diperiksa jaksa KPK mencecar soal proyek titipan Irwandi. Fajri sempat mengelak. Dia akhÂirnya tidak berkutik karena Jaksa Ali Fikri membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam BAP tersebut, Fajri menjelaskan pernah beberapa kali dihubungi Irwandi Yusuf lewat WhatsApp. Menurutnya, Irwandi menitip sejumlah daftar nama paket proyek tahun angÂgaran 2018, nilai proyeknya dan calon perusahaan rekanan yang akan jadi pemenang tenÂder. "Seingat saya ada dua atau tiga kali beliau kirimkan paket pekerjaan dan nama rekanan," Fajri akhirnya mengaku.
Namun dia lupa, saat ditanya berapa nilai proyek-proyek yang diminta Irwandi. Ia mencoba menyakinkan jaksa bahwa calon rekaman mengikuti proses tenÂder sesuai ketentuan. "Yang maksudnya Bapak (Irwandi) minta bantu itu sesuai ketentuan yang berlaku," kilahnya.
Bukan hanya Irwandi yang titip proyek ke Fajri. Saiful Bahri juga pernah. Fajri kenal Saiful Bahri sejak tahun 2008 karena salah satu rekanan Pemprov Aceh.
"Dalam BAP Saudara kaÂtakan, saya pernah terima WA dari Saiful Bahri dan salah satu proyek yang dimenangkan Saiful ada di Aceh Selatan, nilainya Rp7,178 miliar. Benar?" tanya Jaksa Ali Fikri.
Kali ini Fajri tak berkelit. Ia menuturkan pesan WA dari Saiful Bahri diteruskan ke Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh, Nizarli.
Nizarli menyarankan Fajri mengontak langsung ketua kelÂompok kerja (Pokja). Ketua Pokja 1 Misdar. Ketua Pokja 2 Usman. Ketua Pokja 3 Ziaudin. "Ada tiga orang, jadi saya me-WA ke Pokja. Misal (proyek) di Pokja A ya ke A, kalau (proyek) di B ya ke B," tutur Fajri.
Ketua Pokja yang kemudian mengatur tender agar dimenangÂkan perusahaan titipan Irwandi maupun Saiful Bahri.
Dalam perkara, Irwandi melakukan tiga tindak pidana koruÂpsi. Pertama, menerima suap dari Bupati Bener Meriah Ahmadi Rp 1,05 miliar. Rasuah diterima lewat orang kepercayaannya: Hendri Yuzal dan Tengku Saiful Bahri.
Ahmadi menyuap Irwandi agar mengalokasi Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 sebesar Rp 108 miliar untuk Kabupaten Bener Meriah.
Ia juga ingin proyek pembanÂgunan jalan Redelong-Pondok Baru-Samar Kilang Rp 41 miliar dan pembangunan jalan Krueng Gekeuh-Bandara Rembele Rp 15 miliar, dikerjakan kontraktor lokal. Hasil nego, Ahmadi berÂsedia memberikan fee 10 persen dari nilai pagu anggaran kepada Irwandi.
Fulus diserahkan bertahap. Uang Rp 120 juta untuk memÂbiayai Irwandi dan Fenny Steffy Burase—diduga istri siri—umrah. Berikutnya Rp430 juta diserahkan kepada Saiful dan Hendri. Irwandi menyuruh Saiful mentransfer dana itu ke rekening Steffy.
Saiful lalu meminta Ahmadi menyediakan Rp 1 miliar untuk kegiatan Aceh Marathon. Ahmadi hanya menyerahkan separuh: Rp 500 juta. Uang itu dipakai membayar medali dan jersey.
Dakwaan kedua, menerima gratifikasi Rp 8,717 miliar yang diÂterima Irwandi pada masa jabatan gubernur periode kedua. Dari Mei 2017 hingga Juli 2018.
Irwandi menerima Rp 4,420 miliar dari dari Mukhlis. Mukhlis membuat rekening atas namanya di Bank Mandiri, lalu menyerahÂkan kartu ATM berikut PIN-nya ke Irwandi.
Berikutnya, Irwandi menerima Rp 568 juta dari Saiful melalui rekening Steffy. Adapun Rp 3,728 miliar diterima dari anggota tim sukses Irwandi yang mendapat proyek-proyek Pemerintah Provinsi Aceh.
Dakwaan ketiga masih soal penerimaan gratifikasi. Jumlahnya Rp32,45 miliar. Saat Irwandi menjabat gubernur peÂriode pertama 2007-2012.
Uang itu terkait proyek pemÂbangunan dermaga bongkar muat pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Proyek ini dibiayai APBN 2006-2011.
Irwandi menerima setoran "pajak Nanggroe" dari Kepala Nindya Karya Cabang Sumut- Aceh, Heru Sulaksono dan pemiÂlik PT Tuah Sejati, Zainuddin Hamid. Kedua perusahaan memÂbentuk kerja sama operasi (KSO) Nindya Sejati untuk menggarap proyek dermaga Sabang.
Pada 2008, Irwandi‚ yang merangkap Ketua Dewan Kawasan Sabang‚ menerima setoran Rp 2,9 miliar. Tahun 2009 Rp 6,9 milÂiar. Tahun 2010 Rp 9,5 miliar. Terakhir Rp 13,03 miliar pada tahun 2011. ***